TAWASSUL VERSI WAHHABI
KAJIAN TAWASUL Wahabi Salafiy Vs Wahabi Salafiy
Di antara yang sering dituduhkan kepada umat adalah syirik bertawasul, ini yang sering di lontarkan wahabi/salafi, benarkah tuduhan itu?
Mari Kita simak Fatwa-fatwa Para ‘Ulama Faforit Wahabi Salafiysendiri mengenahi Tawassul ini:
* Ibnu Taimiyah Ulama Panutan Wahabi Salafiy Membolehkan Tawasul
– Ibnu Taimiyah ditanya bolehkah bertawasul dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau menjawab:
أَمَّا
التَّوَسُّلُ بِالْإِيمَانِ بِهِ وَمَحَبَّتِهِ وَطَاعَتِهِ وَالصَّلَاةِ
وَالسَّلَامِ عَلَيْهِ وَبِدُعَائِهِ وَشَفَاعَتِهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِمَّا
هُوَ مِنْ أَفْعَالِهِ وَأَفْعَالِ الْعِبَادِ الْمَأْمُورِ بِهَا فِي
حَقِّهِ . فَهُوَ مَشْرُوعٌ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ وَكَانَ
الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ يَتَوَسَّلُونَ بِهِ فِي حَيَاتِهِ
وَتَوَسَّلُوا بَعْدَ مَوْتِهِ بِالْعَبَّاسِ عَمِّهِ كَمَا كَانُوا
يَتَوَسَّلُونَ بِهِ
“Ada pun bertawassul dengan beriman
kepadanya (Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salam), mencintainya,
mentaatinya, bershalawat dan salam atasnya, dengan doanya dan
syafa’atnya dan yang lainnya, baik bertawassul dengan perbuatannya,
dan perbuatan manusia yang diperintahkan sesuai haknya. Maka, itu
adalah perbuatan yang disyariatkan sesuai kesepakatan kaum muslimin, dan
para sahabat bertawassul dengannya pada masa hidupnya, dan bertawassul kepada Al Abbas, pamannya, setelah kematiannya, sebagaimana dahulu mereka bertawassul dengannya).”
(Majmu’ Al Fatawa, Juz. 1, Hal. 140)
–
Ibnu Taimiyah meriwayatkan kisah Abdullah bin Umar ra yg sembuh dari
lumpuhnya setelah ber-istighatsah dgn memanggil nama Nabi saw. Dlm
kitabnya “al-Kalimut-Thayyib”, cet. Darul-Qutub Ilmiah, Beirut 1417 H ;
hal. 123, ia berkata :
عن
الهيثم بن حنش قال: كنا عند عبد الله بن عمر رضي الله عنهما فخدرت رجله
فقال له رجل : اذكر أحب الناس إليك فقال : يا محمد فكأنما نشط من عقال
“Dari
al-Haitsam bin Hanasy dia berkata :”Kamisedang bersama Abdullah bin
Umar ra, tatkala tiba-tiba kakinya mendadak lumpuh, maka seseorang
menyarankan,”Sebutkan nama orang yg paling kamu cintai!” Maka Abdullah
bin Umar berseru,”Ya, Muhammad.” maka diapun seakan-akan terlepas dari
ikatan (sembuh seketika).”
– Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada Nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada Nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi:
أن
النبي علم شخصا أن يقول : اللهم إنى أسألك وأتوسل إليك بنبيك محمد نبي يا
محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى حاجتى ليقضيها فشفعه فيّ (أخرجه الترميذى
وصححه).
Rasulullah
s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya) “Ya Allah sesungguhnya aku
meminta kepada-Mu dan bertwassul kepada-MU melalui Nabi-Mu Muhammad
yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu
kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku sya’faat”. Tawassul seperti ini adalah bagus.
(fatawa Ibnu Taimiyah jilid 3 halaman 276)
* Muhammad bin Abdul Wahhab Masalah Tawassul
قولهم
في الاستسقاء: لا بأس بالتوسل بالصالحين، وقول أحمد: يتوسل بالنبي صلى
الله عليه وسلم خاصة، مع قولهم: إنه لا يستغاث بمخلوق، فالفرق ظاهر جدًا،
وليس الكلام مما نحن فيه؛ فكون بعض يرخص بالتوسل بالصالحين وبعضهم يخصه
بالنبي صلى الله عليه وسلم، وأكثر العلماء ينهى عن ذلك ويكرهه، فهذه
المسألة من مسائل الفقه، ولو كان الصواب عندنا: قول الجمهور: إنه مكروه،
فلا ننكر على من فعله؛ ولا إنكار في مسائل الاجتهاد، لكن إنكارنا على من
دعا لمخلوق أعظم مما يدعو الله تعالى، ويقصد القبر يتضرع عند ضريح الشيخ
عبد القادر أو غيره، يطلب فيه تفريج الكربات، وإغاثة اللهفات، وإعطاء
الرغبات
“Pendapat mereka tentang masalah Istisqa’: tidak apa-apa bertawassul dengan orang-orang shalih. Pendapat Imam Ahmad: Bertawassul hanya khusus dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Bersamaan ucapan mereka: tidak dibolehkan istighatsah (meminta
pertolongan) dengan makhluk, dan perbedaannya sangat jelas (antara
bertawassul dengan istighatsah, pen), dan ini bukanlah perkataan yang
sedang kami bahas. Kebanyakan Ulama melarang itu dan memakruhkannya, dan
masalah ini termasuk permasalahan fiqih. Pendapat yang benar menurut
pandangan saya adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, bahwa hal itu
(tawassul dengan orang shalih) adalah makruh. Kami tidak mengingkari
orang yang melakukannya, dan tidak ada pengingkaran dalam permasalahn
ijtihad. Tetapi yang kami ingkari adalah orang-orang yang lebih
mengagungkan permintaan kepada makhluk dibanding kepada Allah Ta’ala,
bertadharru’ (merendahkan diri) kepada kuburan, seperti kuburan Syaikh
Abdul Qadir Jaelani dan lainnya, berkeluh kesah atas kesulitan di
kuburnya, meminta tolong atas rasa dukanya, dan meminta pemberian
berbagai keinginannya”.
(Fatawa wa Masail, Hal. 68-69, Mausu’ah Ibn Abdil Wahhab)
* Muhammad Nashiruddin Al-Albani Masalah Tawassul
ومن
هنا يتبين أن قول بعض الدعاة الإسلاميين اليوم في الأصل الخامس عشر من
أصوله العشرين : ( والدعاء إذا قرن بالتوسل إلى الله بأحد من خلقه خلاف
فرعي في كيفية الدعاء وليس من مسائل العقيدة ) ليس صحيحا على إطلاقه لما
علمت أن في الواقع ما يشهد بأنه خلاف جوهري إذ فيه شرك صريح كما سبق. ولعل
مثل هذا القول الذي يهون من أمر هذا الانحراف هو أحد الأسباب التي تدفع
بالكثيرين إلى عدم البحث فيه وتحقيق الصواب في أمره مما يؤدي في نهاية
المطاف إلى استمرار المبتدعين في بدعهم واستفحال خطرها بينهم
“Dari
sini (maka) jelaslah bahwasanya ucapan sebagian da’I islam pada hari
ini yaitu (tepatnya) pada Ushul 15 dari Ushulnya yang 20: (dan do’a jika
disertai dengan tawassul kepada Allah dengan salah satu makhluknya
adalah (termasuk) ke dalam khilaf furu’iyah didalam cara berdo’a dan
bukanlah termasuk masalah aqidah) tidaklah benar secara mutlak karena
telah diketahui pada kenyataannya (hal itu dapat) disaksikan sebagai
(masalah yang termasuk) khilaf yang asasi karena didalamnya terdapat
syirik yang jelas”. Barangkali
ucapan ucapan yang meremehkan penyimpangan inilah sebagai salah satu
sebab yang mendorong banyak orang orang menghilangkan pembahasan didalam
(masalah ini) dan penelitian (masalah yang benar) tentangnya yang pada
akhirnya mengakibatkan ahli bid’ah meneruskan bid’ah mereka dan
meneruskan akibat buruk diantara mereka”.
(At Tawassul, Anwa’uhu, wa Ahkamuhu (135). Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Maktabah Syamilah)
*Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan
Mengharamkan tawassul dengan para Nabi dan wali, bahkan mereka mengatakan tawassul termasuk salah satu perbuatan syirik.
(Sholeh ibn Fauzan, at Tauhid, h.70 dan Abu Bakar Al Jazairi, Aqidah al Mukmin, h.144)
Dalam kitab Al Muntaqi Min Fatawa Al Fauzan Juz 8 Hal 2 Versi Syamilah Sholeh ibn Fauzan berkata :
Tawasul Adalah MUSYRIK AKBAR dan barang siapa shalat di belakangnya (ma’mum) maka Shalatnya Tidak Sah
فالذي
يتَّخذ التوسُّل بالصَّالحين أو الأولياء أو الأموات على ما اعتاده عبَّاد
القبور اليوم، ويستعمل هذا، أو يدَّعي أنَّ هذا أمر جائز؛ فهذا لا تصحُّ
الصلاة خلفه؛ لأنه مختلُّ العقيدة، وإذا كان يتوسَّل بالصَّالحين؛ بمعنى
أنه يطلُبُ منهم الحوائج وتفريج الكربات وينادي بأسمائهم ويستغيث بهم؛ فهذا
مشركٌ الشِّرك الأكبر المخرج من الملَّة؛ فليس بمسلم، فضلاً عن أن يتَّخذ
إمامًا لمسجد
Lihatlah kekejian Fatwa Dedengkot Wahabi Satu Sama lain salim semprot bahkan sampek tahap pengkafiran
*
Ibnu taimiah Ulama’ panutan Wahabi “membolehkan Tawasul” beliau
mengatakan ” Tawasul Adalah perbuatan yang disyariatkan sesuai
kesepakatan kaum muslimin tanpa membedakan apakah apakah Tawasul Nabi
Saw Atau Para Auliya’ masih hidup atau sudah meninggal…!!!
http://warkopmbahlalar.com/4986/tawassul-versi-wahhabi/
No comments:
Post a Comment