Monday, July 15, 2013

Hal-hal yang membatalkan puasa ada sembilan (9) yaitu :

Hal-hal yang membatalkan puasa ada sembilan (9) yaitu :

 1. Memasukan sesuatu ke dalam salah satu lima (5) lubang, yaitu :
 a. Mulut
 Hukum memasukkan sesuatu ke lubang mulut adalah membatalkan puasa. Untuk memudahkan pemahaman kita maka hukum memasukkan sesuatu ke lubang mulut ini ada empat hukum yaitu :
 1) Membatalkan : Yaitu di saat kita me-masukkan sesuatu ke dalam mulut kita dan kita menelannya dengan sengaja saat kita sadar bahwa kita sedang puasa. Jadi yang menjadikannya batal adalah karena menelan dengan sengaja. Maka dari itu jika ada orang memasukkan permen atau es krim ke dalam mulutnya maka hal itu tidak membatalkan pua-sanya asalkan tidak ditelan.
 Catatan masalah ludah
 Di dalam masalah ini ada hal yang perlu kita perhatikan yaitu masalah lu-dah. Ludah itu jika kita telan tidak membatalkan puasa kita dengan syarat :
 • Ludah kita sendiri
 • Tidak bercampur dengan sesuatu yang lainya
 • Ludah masih berada di tempatnya (mulut)
 Maka di saat syarat-syarat di atas ter-penuhi maka jika ludah itu ditelan ti-dak membatalkan puasa. Bahkan jika seandainya ada orang yang mengumpul-kan ludah di dalam mulutnya sendiri dan setelah terkumpul lalu ditelan maka hal itu tidak membatalkan puasa.
 Akan tetapi menelan ludah akan mem-batalkan puasa jika salah satu syarat di atas ada yang tidak terpenuhi, seperti karena dia menelan ludahnya orang lain, atau menelan ludah yang sudah ber-campur dengan sesuatu seperti permen, es krim atau makanan yang masih tersisa di dalam mulut kita atau menelan ludah yang sudah dikeluarkan dari mu-lutnya lalu di minum maka itu semua membatalkan puasa.
 Catatan :
 Masalah sisa makanan di dalam mulut. Sisa makanan di mulut maka ada dua macam:
 • Jika sisa makanan dimulut kemu-dian bercampur dengan ludah de-ngan sendirinya dan susah untuk dipisahkan maka jika ditelan tidak membatalkan puasa. Misalnya orang yang sahur lalu tidur dan tidak sempat kumur atau sikat gigi lalu menduga di dalam mulutnya ada sisa–sisa makanan. Maka jika sisa makanan tersebut sudah tidak bisa lagi dibedakan dengan ludah maka hal itu tidak membatalkan puasa jika ditelan.
 • Jika ada sisa makanan yang bisa dipisahkan dari ludah lalu ber-campur dengan ludah dan bercam-purnya karena dikunyah dengan sengaja atau digerak-gerakan agar bercampur kemudian ditelan, maka hal itu membatalkan puasa. Seperti sisa makanan dalam bentuk nasi atau biji-bijian yang bisa dibuang akan tetapi justru dikunyah lalu ditelan maka hal itu membatalkan puasa.
 2) Makruh (dilarang akan tetapi tidak dosa jika dilanggar) : Dihukumi makruh jika kita memasukan sesuatu ke dalam mu-lut tanpa kita telan hanya untuk main-main saja. Contohnya ketika ada sese-orang yang sedang berpuasa kemudian dia dengan sengaja memasukkan per-men atau es krim ke dalam mulutnya tanpa menelannya maka hukumnya ma-kruh dan tidak membatalkan puasa dan jika tiba-tiba tanpa disengaja permen yang ada di mulutnya tertelan maka batal, karena ia menelan dengan tidak sengaja yang disebabkan sesuatu yang tidak dianjurkan yaitu telah bermain-main dengan memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya.
 3) Mubah (boleh dilakukan dan tidak dilarang) : Dihukumi mubah yaitu keti-ka seorang juru masak mencicipi masa-kannya dengan niat untuk membenahi rasa. Maka di samping hal itu tidak membatalkan puasa hal yang demilkian itu juga bukan pekerjaan yang makruh. Akan tetapi hal itu boleh-boleh saja. Dalam hal ini bukan hanya juru masak saja yang diperkenankan akan tetapi juga siapapun yang lagi memasak. Akan tetapi dengan catatan tidak boleh di-telan.
 4) Sunnah (dianjurkan dan ada pahalanya) : Dihukumi sunnah yaitu ketika kita berkumur-kumur di dalam berwudhu. Maka di saat itu di samping tidak mem-batalkan puasa, berkumur dalam wu-dhu’ tetap disunnahkan biarpun dalam keadaan puasa dengan catatan tidak bo-leh ditelan. Bahkan jika tertelan seka-lipun tanpa sengaja maka tidak mem-batalkan puasa.
 Dengan catatan ia berkumur-kumur de-ngan cara yang wajar saja dan tidak berlebihan.
 b. Hidung
 Memasukan sesuatu ke dalam lubang hidung membatalkan puasa. Adapun bata-san dalam hidung adalah bagian yang jika kita memasukkan air akan terasa panas (tersengak) maka di situlah batas dalam yang jika kita memasukkan sesuatu ke tempat tersebut akan membatalkan puasa yaitu hidung bagian atas yang mendekati mata kita. Adapun hidung di bagian bawah yang lubangnya biasa di jangkau jemari saat membuang kotoran hidung, jika kita memasukkan sesuatu ke bagian tersebut hal itu tidak membatalkan puasa asal tidak sampai kebagian atas seperti yang telah kami jelaskan.
 c. Telinga
 Menjadi batal jika kita memasukan sesuatu ke dalam telinga kita. Yang di-maksud dalam telinga adalah bagian dalam telinga yang tidak bisa dijangkau oleh jari kelingking kita saat kita membersihkan telinga. Jadi memasukkan sesuatu ke bagian yang masih bisa dijangkau oleh jari kelingking kita hal itu tidak membatalkan puasa baik yang kita masukkan itu adalah jari tangan kita atau yang lainya. Akan tetapi kalau kita memasukkan sesuatu melebihi dari bagian yang di jangkau jemari kita seperti korek kuping atau air maka hal itu akan membatalkan puasa.
 Ini adalah pendapat kebanyakan para ulama. Dan ada pendapat yang berbeda ya-itu pendapat yang diambil oleh Imam Malik dan Imam Ghozali dari madzhab Syafi’i bahwa “Memasukan sesuatu ke dalam telinga tidak membatalkan” akan tetapi lebih baik dan lebih aman jika tetap mengikuti pendapat kebanyakan para ulama yaitu pendapat yang mengatakan mema-sukkan sesuatu ke lubang telinga adalah membatalkan puasa.
 d. Jalan depan (alat buang air kecil)
 Memasukan sesuatu ke dalam lubang kemaluan adalah membatalkan puasa wa-laupun itu adalah sesuatu yang darurot seperti dalam pengobatan dengan mema-sukkan obat ke lubang kemaluan atau pipa untuk mengeluarkan cairan dari dalam bagi orang yang sakit. Termasuk memasukan jemari bagi seorang wanita adalah mem-batalkan puasa.
 Maka dari itu para wanita yang bersuci dari bekas buang air kecil harus hati-hati jangan sampai saat membersihkan sisa buang air kencing (beristinja) melakukan sesuatu yang membatalkan puasa.
 Bagi wanita yang ingin beristinja hendak-nya hanya membasuh bagian yang terbuka di saat ia jongkok saja dengan perut jemari dan tidak perlu memasukan jemari ke bagian yang lebih dalam, karena hal itu akan membatalkan puasa. Lebih dari itu ditinjau dari sisi kesehatan justru tidak sehat kalau cara membersihkan kemaluan adalah dengan cara membersihkan bagian yang tidak terlihat di saat jongkok sebab yang demikian itu justru akan membuka kema-luan untuk kemasukan kotoran dari luar.
 e. Jalan Belakang (alat buang air besar)
 Memasukkan sesuatu ke lubang bela-kang sama hukumnya seperti memasukkan sesuatu ke jalan depan. Artinya jika ada orang memasukkan sesuatu ke lubang belakang biarpun dalam keadaan darurat dalam pengobatan adalah memba-talkan puasa termasuk memasukkan jemari saat istinja (bersuci dari bekas buang air besar). Maka cara yang benar dalam istinja adalah cukup dengan membersihkan bagian alat buang air besar dengan perut jemari tanpa harus memasukkan jemari kebagian dalam.

 2. Muntah dengan sengaja
 Muntah dengan sengaja akan memba-talkan puasa baik dilakukan dengan wajar atau tidak, baik dalam keadaan darurat atau tidak. Seperti dengan sengaja mencari bau yang busuk lalu diciumi hingga muntah atau memasukkan sesuatu ke dalam mu-lutnya agar bisa muntah.
 Berbeda jika muntah yang terjadi karena tidak disengaja maka hal itu tidak membatalkan puasa kita dengan syarat :
 • Kita tidak boleh menelan ludah yang ada di mulut kita sehabis muntah sebe-lum kita mensucikan mulut kita terlebih dahulu dengan cara berkumur dengan air suci. Jika di saat kita belum ber-kumur kemudian kita langsung me-nelan ludah kita maka puasa kita menjadi batal sebab muntahan adalah najis dan mulut kita telah menjadi najis karena muntahan sehingga ludah kita telah bercampur dengan najis yang jika ditelan akan membatalkan puasa karena yang ditelan bukan lagi ludah yang murni akan tetapi ludah yang najis.
 Jika ada orang menggosok-gosok gigi kemudian dia itu biasanya tidak muntah maka di saat dia gosok gigi tiba-tiba muntah maka tidak batal, akan tetapi jika dia tahu kalau biasanya setiap menggosok gigi akan muntah maka hukum menggosok gigi yang semula tidak haram menjadi haram dan jika ternyata benar-benar muntah maka puasanya menjadi batal.
 Jika ada orang yang kemasukan lalat sampai melewati tenggorokannya ke-mudian dia berusaha untuk menge-luarkannya maka menjadi batal karena sama saja seperti muntah yang dise-ngaja. Berbeda dengan dahak, jika seseorang berdahak maka hal itu dima-afkan dan tidak membatalkan puasa akan tetapi dahak yang sudah keluar melewati tenggorokan tidak boleh dite-lan dan itu membatalkan puasa. Batas tenggorokan adalah tempat keluarnya huruf “HA” ( makhraj huruf ح).
 3. Bersenggama
 Melakukan hubungan suami istri itu membatalkan puasa. Yang dimaksud bersenggama adalah jika seorang suami telah memasukkan semua bagian kepala kemaluanya ke lubang kemaluan sang istri dengan sengaja dan sadar kalau dirinya lagi puasa maka saat itu puasanya menjadi batal (dalam hal ini sama hubungan yang halal atau yang haram seperti zina atau melalui lubang dubur atau dengan binatang). Adapun bagi sang istri biarpun yang masuk belum semua bagian kepala kemaluan sang suami asal sudah ada yang masuk dan melewati batas yang terbuka saat jongkok maka saat itu puasa sang istri sudah batal. Dan batalnya bukan karena bersenggama tapi masuk dalam pembahasan batal karena masuknya sesuatu ke lubang kemaluan.
 Bagi suami yang membatalkan pua-sanya dengan bersenggama dengan istrinya dosanya amat besar dan dia harus mem-bayar karafat dengan syarat berikut ini :
 a. Dilakukan oleh orang yang wajib ba-ginya berpuasa
 b. Dilakukan di siang bulan puasa
 c. Dia ingat kalau dia sedang puasa
 d. Tidak karena paksaan
 e. Mengetahui keharomannya atau dia adalah bukan orang yang bodoh
 f. Berbuka karena bersenggama
 Dan bagi orang tersebut dikenai hukuman :
 1. Mengqodho puasanya
 2. Membayar kafarat (denda)
 Kafarat (denda) bersenggama di siang hari bulan ramadhan adalah:
 a. Memerdekakan budak
 b. Puasa selama dua bulan berturut-turut
 c. Memberikan makan kepada 60 fakir miskin dengan syarat makanan yang bisa digunakan untuk zakat fitrah.
 Denda yang harus dibayar salah satu saja dengan berurutan. Jika tidak mampu bayar A maka bayar B jika tidak mampu bayar C.

 4 Keluar mani dengan sengaja
 Maksudnya adalah mengeluarkan mani dengan sengaja dengan mencari sebab keluarnya mani. Contohnnya : ketika ada orang yang tahu bahwa jika dia mencium istrinya atau dia dengan sengaja menyentuh kemaluannya dengan tangannya sendiri atau dengan tangan istrinya bakal keluar mani maka puasanya menjadi batal karena keluar mani tersebut dengan sengaja.
 Akan tetapi tidak menjadi batal jika seandainya keluar mani tanpa disengaja seperti bermimpi bersenggama dan di saat terbangun benar-benar menemukan air mani di celananya maka yang seperti itu tidak membatalkan puasa.

 5. Hilang akal
 Hilang akal di bagi menjadi tiga bagian yaitu :
 a. Gila : Sengaja atau tidak disengaja gila itu membatalkan puasa walaupun sebentar.
 b. Mabuk dan Pingsan :
 • Jika disengaja maka mabuk dan pingsan membatalkan puasa biar-pun sebentar. Seperti dengan sengaja mencium sesuatu yang ia tahu kalau ia menciumnya pasti mabuk atau pingsan.
 • Jika mabuk dan pingsannya adalah tidak disengaja maka akan mem-batalkan puasa jika terjadi seha-rian penuh. Tetapi jika dia masih merasakan sadar walau hanya se-bentar di siang hari maka pua-sanya tidak batal. Misal mabuk kendaraan atau mencium sesuatu yang ternyata menjadikannya ma-buk atau pingsan sementara ia ti-dak tahu kalau hal itu akan me-mabukkan atau menjadikannya pingsan. Maka orang tersebut tetap sah puasanya asalkan sempat tersadar di siang hari walaupun sebentar.
 c. Tidur : Tidak membatalkan puasa wa-laupun terjadi seharian penuh.

 6. Haid
 Membatalkan puasa walaupun hanya sebentar sebelum waktu berbuka. Misal haid datang 2 menit sebelum masuk waktu maghrib maka puasanya menjadi batal akan tetapi pahala berpuasanya tetap utuh.

 7. Melahirkan
 Melahirkan adalah membatalkan puasa baik itu mengeluarkan bayi atau menge-luarkan bakal bayi yang biasa disebut dengan keguguran. Misal seorang ibu hamil sedang berpuasa tiba-tiba melahirkan di siang hari saat berpuasa, maka puasanya menjadi batal.

 8. Nifas
 Nifas juga membatalkan puasa. Misalnya ada orang melahirkan ternyata setelah melahirkan tidak langsung keluar darah nifas. Karena ia mengira tidak ada nifas akhirnya ia berpuasa dan ternyata di saat ia lagi puasa darah nifasnya datang maka saat itu puasanya batal.

 9. Murtad.
 Murtad atau keluar dari Islam membatalkan puasa. Misalnya ada orang lagi berpuasa tiba-tiba ia berkata bahwa ia tidak percaya kalau Nabi Muhammad adalah Nabi atau ada orang lagi berpuasa tiba-tiba menyembah berhala maka pua-sanya menjadi batal

6 Alasan Ilmiah Ketidakharaman Rokok

6 Alasan Ilmiah Ketidakharaman Rokok

 Secara umum, dengan tanpa memandang kondisi perokok, orang-orang di sekitar perokok dan tempat merokok, hukum merokok termasuk masalah khilafiyah (masalah yang menjadi perselisihan pendapat) para ulama. 

 Ada tiga pendapat tentang hukum merokok, yaitu haram, mubah dan makruh. Ulama dari kalangan Hanafiyah yang mengharamkan rokok diantaranya adalah Syeikh As-Syurunbuli, Al-dan Masiri. Dari kalangan Malikiyah ada Syeikh Salim As-Sanhuri, Ibrahim Al-Laqqani, Muhammad bin Abdul Kaeim Al-Fakkun, Khalid bin Muhammad, dan Ibnu Hamdun. Dari kalangan Syafi’iyyah ada Syeikh Najmuddin Al-Ghozi, dan Ibnu ‘Allan. Sedang dari kalangan Hanabilah ada Syeikh Ahmad al-Buhuti dan sebagian ulama Wahabi. Diantara ulama tersebut ada yang mengarang kitab khusus membahas haramnya merokok, seperti Al-Laqqani, Al-Qalyubi, Muhammad bin Abdul Karim Al-Fakkun dan Ibnu ‘Allan.

 Sementara ulama yang memperbolehkan merokok, dari kalangan Hanafiah adalah Syeikh Abdul Ghani An-Nabulusi yang mengarang kitab khusus tentang dipernolehkannya merokok yang berjudul As-Sulhu bainal Ikhwan fi Ibahah Syubr ad-Dukhan. Ada lagi Syeikh Muhammad Al-Abbasi Al-Mahdi dan Al-Hamawi dan lain-lain. Dari kalangan Malikiyah ada Ali Al-Ajhuri yang menulis kitab tentang rokok yang berjudul “Ghayah al-Bayan fi Hilli Syurb ma la Yughayyib al-Aqla minad Dukhan”. Pendapat Syeikh Ali Al-Ajhuri ini diikuti oleh sebagian besar ulama Malikiyah muta’akhirin, seperti Ad-Dasuqi, dan As-Shawi. Dari kalangan Syafi’iyah ada Al-Hifni, Al-Halabi, Ar-Rasyidi, As-Syubramilisi, Al-Babili, dan Abdul Qadir bin Muhammad bin Yahya Al-Husaini At-Thabari Al-Makki yang menulis risalah tentan rokok yang diberi judul “Ra’ul Isytibak ‘an Tanawul At-Tunbak”. Dari kalangan Hanabilah ada Al-Karmi yang mengarang kitab tentang rokok dengan judul Al-Burhan fi Sya’ni Syurb al-Dukhan.

 Mereka yang memperbolehkan memaparkan landasan ilmiyah sebagai berikut:

 Pertama:
 Tidak ada ketetapan pasti tentang anggapan bahwa merokok dapat memabukkan atau membahayakan. Anggapan ini tidak benar, sebab yang disebut mabuk ialah tertutupnya kemampuan akal, meskipun bagi orang yang belum terbiasa merokok ada semacam rasa pusing dan hal ini pun tidak menimbulkan hukum haram. Dengan demikian jelas rokok bukan benda yang memabukkan, sebagaimana anggapan ulama yang mengharamkan. 

 Kedua:
 Hukum asal atas segala sesuatu adalah ibahah (boleh) kecuali ada nash yang mengharamkan. Dalam masalah rokok sama sekali tidak ada satu pun nash yang membahasnya secara khusus baik dari Al-Quran atau hadits. Menghukumi rokok dengan hukum haram bukan sebuah langkah hati-hati, mengingat hukum haram harus berdasarkan dalil. Dan Rasulullah SAW sendiri tidak pernah langsung memberikan vonis haram, seperti dalam masalah pengharaman khamr yang tidak dilakukan secara frontal, hingga turun firman Allah yang mengharamkannya secara qath’i. sebaiknya, jika ditanya tentang hukum rokok, maka katakan “Merokok itu mubah, tatapi baunya tidak sedap”. Jika dikatakan makruh dengan alasan baunya yang tidak sedap, maka kemakruhannya bukan makruh secara syar’i, tetapi makruh secara thab’i atau berdasarkan perwatakan manusia umumnya. 

 Ketiga:
 Jika dihukumi haram karena menimbulkan dampak negatif bagi orang lain, maka hukum haram di sini bukan hukum haram untuk rokok itu sendiri, melainkan karena alasan lain yang bersifat baru (‘aridly). Dan hukum haram ini pun tidak bisa dibebankan kepada semua perokok, mengingat kondisi orang-orang disekitarnya. Madu saja dapat memberikan dampak negatif bagi sebagian orang, padahal ia adalah obat berdasarkan nash qath’i.

 Keempat:
 Jika dikatakan haram karena menghambur-hamburkan harta (tabdzir), maka dirasa kurang tepat, sebab membelanjakan uang untuk rokok adalah membelanjakan uang untuk sesuatu yang mubah dan tentu tidak bisa disebut sebagai tabdzir. Abdullah bin Ma’sud mendefinsikan bahwa yang dimaksud tabdzir ialah membelanjakan harta tidak sesuai tempatnya. 

 Kelima:
 Para ulama ahli tahqiq sepakat bahwa menggunakan akal dalam menentukan hukum tanpa dasar syar’i adalah sebuah kebatilan. Lagi pula apa manfaat (maslahah) yang akan didapatkan melalui pengharaman rokok?. Justru sebaliknya mengharamkannya menimbulkan permasalah besar, yakni menjerumuskan sebagian besar umat Islam dalam jurang dosa, yang selanjutnya menggolongkan mereka dalam golongan orang-orang yang fasiq dan jahat, karena mereka mengkonsumsi rokok. 

 Keenam
 Ibnu ‘Abidin mengatakan bahwa tidak wajib bertaqlid kepada ulama yang memberikan fatwa haram atas rokok, karena fatwa mereka --walaupun berdasarkan ijtihad—dianggap tidak sah, karena tidak memenuhi semua syarat-syarat ijtihad. Kalaupun ada orang yang berkata bahwa keharaman merokok adalah pendapat salah satu para imam madzhab, atau mujtahid lain, maka perkataan tersebut adalah tidak benar, karena tidak ada satupun yang menukil pendapat para imam madzhab atau mujatahid lain tentang keharaman merokok. (Wallahu A’lam)

 Sumber: Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaityah, 10/101-106 versi al-Maktabah As-Syamilah

KRONOLOGI PEMALSUAN SPANDUK PAGAR NUSA

Bagi yang belum jelas, berikut adalah
 KRONOLOGI PEMALSUAN SPANDUK PAGAR NUSA

 1). HTI membentangkan spanduk PAGAR NUSA di acara Muktamar Khilafah-HTI di Gelorang Bung Karno - Jakarta. HTI sebagai biang kladi masalah, melakukan tindakan ilegal dan menjadi provokator utama.

 2). NU kemudian mengecam tindakan tidak beradab HTI karena dinilai HTI melakukan pemalsuan.

 NU Kecam Spanduk Palsu Pagar Nusa di Muktamar Khilafah HTI http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,44989-lang,id-c,nasional-t,NU+Kecam+Spanduk+Palsu+Pagar+Nusa+di+Muktamar+Khilafah+HTI-.phpx

 3). Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pencak Silat NU Pagar Nusa Aizzuddin Abdurrahman (Gus Aiz) pun angkat bicara dan menasehati HTI agar sadar diri akan keberadaannya, bahwa mereka kelompok baru, tidak memahami dengan bijak dan baik beberapa dasar pendirian bangsa. Sekaligus menegaskan bahwa tidak ada agenda Pagar Nusa yang terkait HTI

 Ketua Umum Pagar Nusa: HTI Harus Sadar Diri http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,45002-lang,id-c,nasional-t,Ketua+Umum+Pagar+Nusa++HTI+Harus+Sadar+Diri-.phpx

 JANGANKAN MINTA MAAF. HTI BERUSAHA MENGELAK.

 4). HTI berusaha melakukan counter.

 - Setelah sempat tidak berkutik dengan berita diatas. Mereka mendapat angin segar dengan mengelak melalui Twet/klarifikasi tidak resmi dari seorang bernama Rizqi Awal - Syabab HTI Jatinangor (@rizqiawal1) . https://www.facebook.com/photo.php?fbid=535962366462189&set=a.124056407652789.20268.100001452903487&type=1&ref=nf

 - Untuk melengkapinya, klarifikasi juga mereka muat di situs resmi HTI http://hizbut-tahrir.or.id/2013/06/10/ketua-pagar-nusa-tanjungsari-berharap-tidak-ada-gejolak-nu-dan-hti/ dan situs tabloit media umat mereka http://mediaumat.com/headline-news/4613-ketua-pagar-nusa-tanjungsari-berharap-tidak-ada-gejolak-nu-dan-hti-.html sekaligus tabloit media umat yang dicetak.

 Didalam media HTI, seorang bernama sep Wahyu yang mengaku sebagai Ketua Pagar Nusa Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat mengklafirikasi bahwa spandu itu bukan pemalsuan melainkan aspirasi Pagar Nusa. Ia juga meminta agar agar tidak ada gejoak antara NU dan HTI.

 SETELAH MEREKA MELAKUKAN PROVOKASI, KEMUDIAN MEREKA MEMINTA AGAR TIDAK ADA GEJOLAK. PADAHAL MEREKA YANG MEMULAI ADANYA GEJOLAK.

 5). PCNU Sumendang dan Pagar Nusa Sumedang kemudian memastikan bahwa spanduk Pagar Nusa yang dibentangkan HTI adalah Ilegal.

 - Ketua Pimpinan Cabang Pagar Nusa Sumedang Sumpena Saripudin mengatakan belum pernah mengeluarkan SK (surat keputusan) atau melantik PAC (Pimpinan Anak Cabang) di kecamatan manapun di Kabupaten Sumedang.

 - Asep Wahyu tidak dikenal. Nama Asep Wahtu tidak ada dalam daftar kepengurusan NU di posisi atau tingkatan manapun

 - Penulisan juga salah yaitu ’wilayah Tanjungsari’ padahal harusnya ’PAC Pagar Nusa Tanjungsari’. Menunjukkan bahwa ia tidak paham mengenai Pagar Nusa

 Pagar Nusa Tak Pernah Keluarkan SK ‘Pagar Nusa Tanjungsari’ http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,45073-lang,id-c,nasional-t,Pagar+Nusa+Tak+Pernah+Keluarkan+SK+‘Pagar+Nusa+Tanjungsari’-.phpx

SAHABAT NABI SAW DALAM KACAMATA SALAFI-WAHABI

SAHABAT NABI SAW DALAM KACAMATA SALAFI-WAHABI

13 November 2012 pukul 12:56

Dalam sebuah diskusi jarak jauh antara penulis dengan seorang Salafi-Wahabi dari Balikpapan, seputar bid’ah hasanah, terjadi dialog berikut ini:

Salafi-Wahabi: “Kelompok Anda salah dalam membagi bid’ah menjadi dua, ada bid’ah hasanah dan ada bid’ah dhalalah. Bid’ah hasanah tidak pernah ada dalam agama. Semua bid’ah pasti dhalalah.”

Saya: “Bid’ah hasanah tidak pernah ada dalam agama, itu menurut Anda. Kenyataannya bid’ah hasanah memang ada, dasar-dasarnya sangat kuat, baik al-Qur’an, hadits maupun pemahaman Salaful-Ummah”.

Salafi-Wahabi: “Dasar yang Anda gunakan dalam menetapkan adanya bid’ah hasanah itu tidak tepat.”

Saya: “Dasar yang mana yang tidak tepat. Bukankah dalam dialog beberapa waktu yang lalu saya mengajukan sekian banyak dalil. Tolong sebutkan satu saja, dalil bid’ah hasanah kami yang keliru.”

Salafi-Wahabi: “Dasar yang Anda gunakan dalam menetapkan bid’ah hasanah, itu tentang penghimpunan al-Qur’an yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar . Penghimpunan al-Qur’an itu sudah dilakukan pada masa Nabi saw. Jadi apa yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar itu bukan hal baru.”

Saya: “Itu berarti Anda kurang teliti membaca hadits al-Bukhari tentang penghimpunan al-Qur’an. Di dalamnya jelas sekali, bahwa beliau berdua menetapkan bid’ah hasanah. Sekarang tolong Anda periksa teks hadits tersebut berikut ini:

جَاءَ سَيِّدُنَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ t إِلَى سَيِّدِنَا أَبِيْ بَكْرٍ t يَقُوْلُ لَهُ: يَا خَلِيْفَةَ رَسُوْلِ اللهِ  أَرَى الْقَتْلَ قَدِ اسْتَحَرَّ فِي الْقُرَّاءِ فَلَوْ جَمَعْتَ الْقُرْآنَ فِي مُصْحَفٍ فَيَقُوْلُ الْخَلِيْفَةُ: كَيْفَ نَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُوْلُ اللهِ ؟ فَيَقُوْلُ عُمَرُ: إِنَّهُ وَاللهِ خَيْرٌ وَلَمْ يَزَلْ بِهِ حَتَّى قَبِلَ فَيَبْعَثَانِ إِلَى زَيْدٍ بْنِ ثَابِتٍ t فَيَقُوْلاَنِ لَهُ ذَلِكَ فَيَقُوْلُ: كَيْفَ تَفْعَلاَنِ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُوْلُ اللهِ ؟ فَيَقُوْلاَنِ لَهُ : إِنَّهُ وَاللهِ خَيْرٌ فَلاَ يَزَالاَنِ بِهِ حَتَّى شَرَحَ  اللهُ صَدْرَهُ كَمَا شَرَحَ صَدْرَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا. رواه البخاري.

“Sayidina Umar t mendatangi Khalifah Abu Bakar t dan berkata: “Wahai Khalifah Rasulullah , saya melihat pembunuhan dalam peperangan Yamamah telah mengorbankan para penghafal al-Qur’an, bagaimana kalau Anda menghimpun al-Qur’an dalam satu Mushhaf?” Khalifah menjawab: “Bagaimana kita akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah  ?” Umar berkata: “Demi Allah, ini baik”. Umar terus meyakinkan Abu Bakar, sehingga akhirnya Abu Bakar menerima usulan Umar. Kemudian keduanya menemui Zaid bin Tsabit t, dan menyampaikan tentang rencana mereka kepada Zaid. Ia menjawab: “Bagaimana kalian akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah  ?” Keduanya menjawab: “Demi Allah, ini baik”. Keduanya terus meyakinkan Zaid, hingga akhirnya Allah melapangkan dada Zaid sebagaimana telah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar dalam rencana ini”. (HR. al-Bukhari).

Dalam hadits di atas jelas sekali, bahwa penghimpunan al-Qur’an belum pernah dilakukan oleh Rasulullah , berarti bid’ah. Kemudian, Abu Bakar, Umar dan Zaid  sepakat menganggapnya baik, berarti hasanah. Lalu apa yang mereka lakukan, disepakati oleh seluruh para sahabat , berarti ijma’. Dengan demikian, bid’ah hasanah sebenarnya telah disepakati keberadaannya oleh para sahabat .”

Salafi-Wahabi: “Itu kan pendapat pribadi Abu Bakar, Umar, Zaid dan sahabat . Bukan hadits Nabi . Kami hanya mengikuti hadits Nabi .”.

Begitulah dialog penulis dengan Salafi-Wahabi dari Balikpapan yang berakhir dengan terkuaknya jati diri Salafi-Wahabi, bahwa mereka tidak menaruh hormat terhadap para sahabat. Salafi-Wahabi merasa lebih mengerti dan lebih konsisten terhadap ajaran agama dari pada para sahabat, termasuk Khulafaur Rasyidin, Abu Bakar dan Umar .

Niat Puasa: RAMADHANA / RAMADHANI ?

Niat Puasa: RAMADHANA / RAMADHANI ?

 (وَكَمَالُهَا) أَيِ النِّيَّةِ فِي رَمَضَانَ (أَنْ يَنْوِيَ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ للهِ تَعَالَى) بِإِضَافَةِ رَمَضَانَ اهـ (فتح الوهاب – ج 1 / ص 207)

Niat dalam lafadz Ramadlan diidlafahkan (digabung) dengan kalimat sesudahnya. Dan sudah menjadi ketentuan dalam ilmu gramatika Arab (Nahwu) bahwa Isim Ghairu Munsharif –termasuk Ramadlan karena terdapat tambahan alif dan nun sebagai illatnya- jika diidlafahkan maka tidak lagi menjadi Ghairu Munsharif, tetapi berlaku sebagaimana isim mu’rab lainnya, sebagaimana nadzam Alfiyah:

 وَجُرَّ بِالْفَتْحَةِ مَا لاَ يَنْصَرِفْ مَا لَمْ يُضَفْ اَوْ يَكُ بَعْدَ اَلْ رَدِفْ

 “isim Ghairu Munsharif alamat jar-nya adalah fathah, selama tidak diidhafahkan (digabung dengan kalimat lain seperti dalam niat puasa diatas) atau tidak bertemu dengan Al”

 Kami sewaktu mondok di al-Falah Ploso, Kediri, ketika mengucap niat pun dengan membaca RAMADHANI. Sedangkan niat dengan lafadz RAMADHANA sudah terlanjur masyhur di televisi. Namun tidak mempengaruhi keabsahan niat, tapi seandainya ada orang ahli Nahwu, ia akan tersenyum kecut mendengar seperti itu….

 Oleh: Ustadz Muhammad Ma'ruf Khozin (Ketua LBM NU Surabaya / Narasumber Hujjah Aswaja TV-9)

ATI-HATI !! FITNAH TERHADAP KH. SAID AQIL SIRADJ

ATI-HATI !! FITNAH TERHADAP KH. SAID AQIL SIRADJ

 Bertempat di Pondok Pesantren Bumi Shalawat Sidoarjo - Jawa Timur, KH. Said Aqil Siradj dihadapkan dengan para Kyai dari Forum Kyai Muda Jawa Timur yang diketuai oleh KH. Agoes Ali Masyhuri untuk mengklarifikasi beberapa pernyataan dan tulisannya yang menurut sebagian kalangan pro terhadap Syi'ah.

 Forum tersebut dikemas dalam bentuk diskusi tabayyun. Dan dari diskusi tabayyun sebagai langkah yang seharusnya ditempuh tersebut KH. Agoes Ali Masyhuri menyimpulkan bahwa KH. Said Aqil Siradj bukanlah seorang Syi'ah.

 Bahkan KH. Said Aqil Siradj juga telah dipanggil ke Pondok Pesantren Lirboyo untuk dimintai sumpah dan tanda tangannya sebagai berikut :

 1. Tetap berpegang teguh pada Ahlussunnah wal Jama'ah.
 2. Meminta maaf kepada para ulama mengenai beberapa pernyataan dan tulisannya yang kontroversial.
 3. Tetap berakhlaqul Karimah.
 4. Tetap dekat dengan Pesantren.

 Jadi bisa dipastikan isu-isu yang beredar di masyarakat mengenai sikap pro-nya KH. Said Aqil Siradj terhadap Syi'ah hanyalah sebuah kesalah pahaman yang kemudian dibesar-besarkan oleh kaum Wahabi lantaran KH. Aqil Siradj sendiri adalah seorang tokoh NU yang begitu kuat hujjah serta perjuangannya dalan melawan kesesatan Wahabi.

 Demikian kiranya semoga postingan ini memberi pencerahan terhadap kita bahwa berita yang dikaitkan dengan KH. Said Aqil Siradj hanyalah fitnah kaum Wahabi untuk menyingkirkan salah seorang "pendekar" NU ini.

 SEBARKAN SELUAS-LUASNYA !!!
 groups/situsresminu/permalink/488499497896927/