Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu:
Adalah Rasulullah SAW memberi khabar gembira kepada para
sahabatnya dengan bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan
yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan
ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan
diikat; juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada
seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak
memperoleh apa-apa." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)
Dari Ubadah bin AshShamit, bahwa Rasulullah bersabda:
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, AIlah
mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus
dosa-dosa dan mengabulkan do'a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu
pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, maka
tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang
yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini. "
(HR.Ath-Thabrani, dan para periwayatnya terpercaya).
Al-Mundziri berkata:
"Diriwayatkan oleh An-Nasa'i dan Al-Baihaqi,
keduanya dari Abu Qilabah, dari Abu Hurairah, tetapi setahuku dia tidak
pemah mendengar darinya."
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda:
"Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan yang tidak
diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu: bau mulut orang yang berpuasa
lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi, para malaikat
memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza Wa
Jalla setiap hari menghiasi Surga-Nya lalu berfirman (kepada
Surga),'Hampir tiba saatnya para hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari
beban dan derita serta mereka menuju kepadamu, 'pada bulan ini para jin
yang jahat diikat sehingga mereka tidak bebas bergerak seperti pada
bulan lainnya, dan diberikan kepada ummatku ampunan pada akhir malam.
"Beliau ditanya, 'Wahai Rasulullah apakah malam itu Lailatul Qadar'
Jawab beliau, 'Tidak. Namun orang yang beramal tentu diberi balasannya
jika menyelesaikan amalnya.' " (HR. Ahmad)'"
Isnad hadits tersebut
dha'if, dan di antara bagiannya ada nash-Nash lain yang memperkuatnya.
KEUTAMAAN PUASA
Dalil
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi bersabda:
_"Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu
kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali
lipat. Allah Ta'ala berfirman, 'Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang
langsung membalasnya. Ia telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya
karena-Ku.' Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu
kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan
Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma
kesturi." _
Bagaimana ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah?
Perlu diketahui, bahwa ber-taqarrub kepada Allah tidak dapat dicapai
dengan meninggalkan syahwat ini -yang selain dalam keadaan berpuasa
adalah mubah- kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan
meninggalkan apa yang diharamkan Allah dalam segala hal, seperti: dusta,
kezhaliman dan pelanggaran terhadap orang lain dalam masalah darah,
harta dan kehormatannya. Untuk itu, Nabi bersabda : "Barangsiapa tidak
meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan
puasanya dari makan dan minum." (HR. Al-Bukhari).
Inti pernyataan ini, bahwa tidak sempurna ber-taqarrub kepada Allah
Ta'ala dengan meninggalkan hal-hal yang mubah kecuali setelah
ber-taqarrub kepada-Nya dengan
meninggalkan hal-hal yang haram.
Dengan demikian, orang yang melakukan hal-hal yang haram kemudian
ber-taqarrub kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang mubah,
ibaratnya orang yang meninggalkan hal-hal yang wajib dan ber-taqarrub
dengan hal-hal yang sunat.
Jika seseorang dengan makan dan minum berniat agar kuat badannya dalam
shalat malam dan puasa maka ia mendapat pahala karenanya. Juga jika
dengan tidurnya pada malam dan siang hari berniat agar kuat beramal
(bekerja) maka tidurnya itu merupakan ibadah.
Jadi orang yang berpuasa senantiasa dalam keadaan ibadah pada siang
dan malam harinya. Dikabulkan do'anya ketika berpuasa dan berbuka. Pada
siang harinya ia adalah orang yang berpuasa dan sabar, sedang pada malam
harinya ia adalah orang yang memberi makan dan bersyukur.
Syarat mendapat pahala puasa
Di antara syaratnya, agar berbuka puasa dengan yang halal. Jika
berbuka puasa dengan yang haram maka ia termasuk orang yang menahan diri
dari yang dihalalkan Allah dan memakan apa yang diharamkan Allah, dan
tidak dikabulkan do'anya.
Orang berpuasa yang berjihad :
Perlu diketahui bahwa orang mukmin pada bulan Ramadhan melakukan dua jihad, yaitu :
- Jihad untuk dirinya pada siang hari dengan puasa.
- Jihad pada malam hari dengan shalat malam.
Barangsiapa yang memadukan kedua jihad ini, memenuhi segala
hak-haknya dan bersabar terhadapnya, niscaya diberikan kepadanya pahala
yang tak terhitung. Lihat Lathaa'iful Ma 'arif, oleh Ibnu Rajab, him.
163,165 dan 183.
Kekhususan dan Keistimewaan Bulan Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah rukun keempat dalam Islam
Firman Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan asas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa." (Al-Baqarah : 183).
Sabda Nabi:
Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada
sembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji ke
Baitul Haram." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai
takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa,
pelipatgandaan kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah
menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah
lainnya. Firman Allah dalam hadits yang disampaikan oleh Nabi:
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya. Orang yang berpuasa
mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan
kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang
berpuasa lebih harum dari pada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda Nabi :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari
Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq
'Alaih).
Maka untuk memperoleh ampunan dengan puasa Ramadhan, harus ada dua syarat berikut ini:
- Mengimani dengan benar akan kewajiban ini.
- Mengharap pahala karenanya di sisi Allah Ta 'ala.
Turunnya Al-Qur'an
Pada bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi umat
manusia dan berisi keterangan-keterangan tentang petunjuk dan pembeda
antara yang haq dan yang bathil.
Shalat Tarawih
Pada bulan ini disunatkan shalat tarawih, yakni shalat malam pada
bulan Ramadhan, untuk mengikuti jejak Nabi, para sahabat dan Khulafaur
Rasyidin. Sabda Nabi:
"Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Lailatul Qadar
Pada bulan ini terdapat Lailatul Qadar (malam mulia), yaitu malam
yang lebih baik daripada seribu bulan, atau sama dengan 83 tahun 4
bulan. Malam di mana pintu-pintu langit dibukakan, do'a dikabulkan, dan
segala takdir yang terjadi pada tahun itu ditentukan. Sabda Nabi :
"Barangsiapa mendirikan shalatpada Lailatul Qadar karena iman dan
mengharap pahala, dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Malam ini terdapat pada sepuluh malam terakhir, dan diharapkan pada
malam-malam ganjil lebih kuat daripada di malam-malam lainnya. Karena
itu, seyogianya seorang muslim yang senantiasa mengharap rahmat Allah
dan takut dari siksa-Nya, memanfaatkan kesempatan pada malam-malam itu
dengan bersungguh-sungguh pada setiap malam dari kesepuluh malam
tersebut dengan shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a,
istighfar dan taubat yang sebenar-benamya. Semoga Allah menerima amal
ibadah kita, mengampuni, merahmati, dan mengabulkan do'a kita.
Perang Badar
Pada bulan ini terjadi peristiwa besar yaitu Perang Badar, yang pada
keesokan harinya Allah membedakan antara yang haq dan yang bathil,
sehingga menanglah Islam dan kaum muslimin serta hancurlah syirik dan
kaum musyrikin.
Pembebasan Mekah
Pada bulan suci ini terjadi pembebasan kota Makkah Al-Mukarramah, dan
Allah memenangkan Rasul-Nya, sehingga masuklah manusia ke dalam agama
Allah dengan berbondong-bondong dan Rasulullah menghancurkan syirik dan
paganisme (keberhalaan) yang terdapat di kota Makkah, dan Makkah pun
menjadi negeri Islam.
Pembukaan Pintu Surga dan Diikatnya Setan
Pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan para setan diikat.
Betapa banyak berkah dan kebaikan yang terdapat dalam bulan Ramadhan.
Maka kita wajib memanfaatkan kesempatan ini untuk bertaubat kepada
Allah dengan sebenar-benarnya dan beramal shalih, semoga kita termasuk
orang-orang yang diterima amalnya dan beruntung.
Perlu diingat, bahwa ada sebagian orang –semoga Allah menunjukinya-
mungkin berpuasa tetapi tidak shalat, atau hanya shalat pada bulan
Ramadhan saja. Orang seperti ini tidak berguna baginya puasa, haji,
maupun zakat. Karena shalat adalah sendi agama Islam yang ia tidak dapat
tegak kecuali dengannya. Sabda Nabi :
"Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad, siapa yang
menjumpai bulan Ramadhan, namun setelah bulan itu habis dan ia tidak
mendapat ampunan, maka jika mati ia masuk Neraka. Semoga Allah
menjauhkannya. Katakan: Amin!. Aku pun mengatakan: Amin. " (HR. Ibnu
Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya) "' Lihat kitab An Nasha i'hud
Diniyyah, him. 37-39.
Maka seyogianya waktu-waktu pada bulan Ramadhan dipergunakan untuk
berbagai amal kebaikan, seperti shalat, sedekah, membaca Al-Qur'an,
dzikir, do'a dan istighfar. Ramadhan adalah kesempatan untuk menanam
bagi para hamba Ailah, untuk membersihkan hati mereka dari kerusakan.
Juga wajib menjaga anggota badan dari segala dosa, seperti berkata
yang haram, melihat yang haram, mendengar yang haram, minum dan makan
yang haram agar puasanya menjadi bersih dan diterima serta orang yang
berpuasa memperoleh ampunan dan pembebasan dari api Neraka.
Tentang keutamaan Ramadhan, bersabda:
'"Aku melihat seorang laki-laki dari umatku terengah-engah kehausan,
maka datanglah kepadanya puasa bulan Ramadhan lalu memberinya minum
sampai kenyang " (HR. At-Tirmidzi, Ad-Dailami dan Ath-Thabarani dalam
Al-Mu'jam Al-Kabir dan hadits ini hasan).
"Shalat lima waktu, shalat Jum'at ke shalat Jum 'at lainnya, dan
Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di
antaranya jika dosa-dosa besar ditinggalkan. " (HR.Muslim).
Jadi hal-hal yang fardhu ini dapat menghapuskan dosa-dosa kecil,
dengan syarat dosa-dosa besar ditinggalkan. Dosa-dosa besar, yaitu
perbuatan yang diancam dengan hukuman di dunia dan siksaan di akhirat.
Misalnya: zina, mencuri, minum arak, mencaci kedua orang tua, memutuskan
hubungan kekeluargaan, transaksi dengan riba, mengambil risywah (uang
suap), bersaksi palsu, memutuskan perkara dengan selain hukum Allah.
Seandainya tidak terdapat dalam bulan Ramadhan keutamaan-keutamaan
selain keberadaannya sebagai salah satu fardhu dalam Islam, dan waktu
diturunkannya Al-Qur'anul Karim, serta adanya Lailatul Qadar -yang
merupakan malam yang lebih balk daripada seribu bulan- di dalamnya,
niscaya itu sudah cukup, Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya. Lihat
kitab Kalimaat Mukhtaarah, hlm. 74 - 76.
Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Puasa Ramadhan
Definisi
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama mulai dari
terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah Ta
'ala:
" …….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang)
malam ... "(Al-Baqarah: 187),
Kapan dan bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau
setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan
apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya,
sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang
yang dipercaya.
Siapa yang wajib berpuasa Ramadhan?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.
Syarat wajibnya puasa Ramadhan ?
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
- Kapan anak kecil diperintahkan puasa ?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini
untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan
dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.
6 Syarat sahnya puasa.
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam :
Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang balk dengan yang buruk).
Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini
didasarkan pada sabda Nabi : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada
malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. " (HR.Ahmad, Abu
Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf
menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan
niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu
bagian malam.
SUNNAH-SUNNAH PUASA
Sunah puasa ada enam :
- Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.
- Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
- Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu
pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada
orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca
Al-Qur'an dan amal kebajikan lainnya.
- Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan
membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya,
membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas
itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari
dosa.
- Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do'a :
"Ya Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku
berbuka. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah
amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "
- Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air.
HUKUM ORANG YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN
Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan :
∑ Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang
bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka
berdua adalah afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka
berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala:
" …..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak
hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain... "
(Al-Baqarah:184).
Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian tidak berpuasa
maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu
pada hari lain setelah bulan Ramadhan.
∑ Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib
mengqadha. Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu 'anha
berkata :
"Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa
dan tidak diperintahkan menggadha shalat. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
∑ Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan
anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta
memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Jika
mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas kesehatan
diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus meng-qadha
saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan o!eh Abu
Dawud. '7, Lihat kitab Ar Raudhul Murbi', 1/124.
∑ Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada
harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang
miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas
menurut riwayat Al-Bukhari. Lihat kitab Tafsir Ibnu Kalsir, 1/215.
Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam
tangan) gandum, atau satu sha' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya.
Lihat kitab 'Lrmdatul Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, hlm. 28.
Hukum jima'pada siang hari bulan Ramadhan.
Diharamkan melakukan jima' (bersenggama) pada siang hari bulan
Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus meng-qadha dan membayar
kaffarah mughallazhah (denda berat) yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika
tidak mendapatkan, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut; jika
tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin; dan jika tidak punya
maka bebaslah ia dari kafarah itu. Firman Allah Ta'ala.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya..." (Al-Baqarah: 285). Lihat kitab Majalisu Syahri
Ramadhan, hlm. 102 - 108.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
∑ Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
∑ Jima' (bersenggama).
∑ Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah
suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang
berpuasa.
∑ Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan,
ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena
mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
∑ Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati
darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore
hari sebelum terbenam matahari.
∑ Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut
melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam .
Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang
barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. " (HR. Ahmad,
Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan : "Barangsiapa muntah tanpa disengaja,
maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya)." DiriwayatRan oleh Al-Harbi
dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan
dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No.
923.
∑ Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan
ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: Seandainya
mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang
telah mereka kerjakan. "(Al-An'aam: 88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa
karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya
kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
Kewajiban orang yang berpuasa :
Orang yang berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan diri dari
perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain), namimah
(mengadu domba), laknat mendo'akan orang dijauhkan dari rahmat Allah)
dan mencaci-maki. Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya
dari perkataan yang haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang
haram, makan dan minum yang haram.
Puasa yang disunatkan :
Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap bulan
(yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh), hari
Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan
tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari 'Asyura (tanggal 10 Muharram)
ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan
para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum Yahudi.
PESAN DAN NASEHAT
Manfaatkan dan pergunakan masa hidup Anda, kesehatan dan masa muda
Anda dengan amal kebaikan sebelum maut datang menj emput. Bertaubatlah
kepada Allah dengan sebenar-benar taubat dalam setiap waktu dari segala
dosa dan perbuatan terlarang. Jagalah fardhu-fardhu Allah dan
perintah-perintah-Nya serta jauhilah apa-apa yang diharamkan dan
dilarang-Nya, baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan lainnya.
Jangan sampai Anda menunda-nunda taubat, lain Anda pun mati dalam
keadaan maksiat sebelum sempat bertaubat, karena Anda tidak tahu apakah
Anda dapat menjumpai lagi bulan Ramadhan mendatang atau tidak?
Bersungguh-sungguhlah dalam mengurus keluarga, anak-anak dan siapa
saja yang menjadi tanggung jawab Anda agar mereka taat kepada Allah dan
menjauhkan diri dari maksiat kepada-Nya. Jadilah suri tauladan yang baik
bagi mereka dalam segala bidang, karena Andalah pemimpin mereka dan
bertanggung jawab atas mereka di hadapan Allah Ta'ala. Bersihkan rumah
Anda dari segala bentuk kemungkaran yang menjadi penghalang untuk
berdzikir dan shalat kepada Allah.
Sibukkan diri dan keluarga Anda dalam hal yang bermanfaat bagi Anda
dan mereka. Dan ingatkan mereka agar menjauhkan diri dari hal yang
membahayakan mereka dalam agama, dunia dan akhirat mereka.
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang
dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan
Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
QIYAM RAMADHAN
1.Dalilnya :
- Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman
dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
- Dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menyebut bulan Ramadhan seraya bersabda :
"Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan Allah puasanya dan
kusunatkan shalat malamnya. Maka barangsiapa menjalankan puasa dan
shalat malam pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala, niscaya
bebas dari dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan ibunya." (HR.
An-Nasa'i, katanya: yang benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al
Arna'uth dalam "Jaami'ul Ushuul", juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan
dengan adanya nash-nash lain yang memperkuatnya.
- Hukumnya:
Qiyam Ramadhan (shalat malam Ramadhan) hukumnya sunnah mu 'akkadah
(ditekankan), dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
dan beliau anjurkan serta sarankan kepada kaum Muslimin. Juga diamalkan
oleh Khulafa' Rasyidin dan para sahabat dan tabi'in. Karena itu,
seyogianya seorang muslim senantiasa mengerjakan shalat tarawih pada
bulan Ramadhan dan shalat malam pada sepuluh malam terakhir, untuk
mendapatkan Lailatul Qadar
3, Keutamaannya:
Qiyamul lail (shalat malam) disyariatkan pada setiap malam sepanjang tahun. Keutamaannya besar dan pahalanya banyak.
Firman Allah Ta'ala :
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya ''( Maksudnya mereka tidak
tidur di waktu biasanya orang tidur, untuk mengejakan shalat malam) ,
sedang mereka berdo'a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan
mereka menafkahkan sebahagian dari rizki yang Kami berikan kepada
mereka. "(AsSajdah: 16).
Ini merupakan sanjungan dan pujian dari Allah bagi orang-orang yang
mendirikan shalat tahajjud di malam hari. Dan sanjungan Allah kepada
kaum lainnya dengan firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam
mereka momohon ampun (kepada Allah) . " (Adz-Dzaariyaat: 17-18).
"Dan orang-orangyang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (Al-Furqaan: 64).
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi(dengan mengatakan: Hadits ini hasan
shahih dan hadist ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim) dari Abdullah bin
Salam, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
Wahai sekalian manusia, sebarkan salam, berilah orang miskin makan,
sambungkan tali kekeluargaan dan shalatlah pada waktu malam ketika semua
manusia tidur, niscaya kalian masuk Surga dengan selamat. "
Juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Bilal, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hendaklah kamu mendirikan shalat malam karena itu tradisi
orang-orang shalih sebelummu. Sungguh, shalat malam mendekatkan dirimu
kepada Tuhanmu, menghapuskan kesalahan, menjaga diri dari dosa dan
mengusirpenyakit dari tubuh" (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim
dan Adz-Dzahabi menyetujuinya, 1/308),
Dalam hadits kaffarah dan derajat, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Dan termasuk derajat: memberi makan, berkata baik, dan mendirikan
shalat malam ketika orang-orang tidur': dinyatakan shahih oleh
Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)" Lihat kitab Wazhaa'ifu Ramadhan, oleh Ibnu
Qaasim, hlm. 42, 43.
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam :
"Sebaik-baik shalat setelah fardhu adalah shalat malam. " (HR. Muslim).
4, Bilangannya :
Termasuk shalat malam: witir, paling sedikit satu raka'at dan paling
banyak 11 raka'at. Boleh melakukan witir dengan satu raka'at saja,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan satu raka'at maka lakukanlah. " HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i.
Atau witir dengan tiga raka'at, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan tiga raka 'at maka lakukanlah. " (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i)·
Hal ini boleh dilakukan dengan sekali salam, atau shalat dua raka'at dan salam kemudian shalat raka'at ketiga.
Atau witir dengan lima raka'at, diiakukan tanpa duduk dan tidak salam kecuali pada akhir raka'at.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa ingin melakukan witir dengan lima raka'at maka lakukanlah. "(HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i).
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, beliau mengatakan:
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya shalat malam tiga belas
raka'at, termasuk di dalamnya witir dengan lima raka 'at tanpa duduk di
salah satu raka 'atpun kecuali pada raka'at terakhir. " (Hadits Muttafaq
'Alaih).
Ketiga hadits tersebut dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban.
Atau witir dengan tujuh raka'at; dilakukan sebagaimana lima raka'at. Berdasarkan penuturan Ummu Salamah radhiallahu 'anha :
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya melakukan witir dengan
tujuh dan lima raka 'at tanpa diselingi dengan salam dan ucapan. "(HR,
Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Boleh juga melakukan witir dengan sembilan, sebelas, atau tiga belas
raka'at. Dan yang afdhal adalah salam setiap dua rakaat kemudian witir
dengan satu raka'at.
Shalat malam pada bulan Ramadhan memiliki keutamaan dan keistimewaan atas shalat malam lainnya.
- Waktunya :
Shalat malam Ramnahaan mencakup shalat pada permulaan malam dan pada akhir malam.
- Shalat Tarawih:
Shalat tarawih terrnasuk qiyam Ramadhan. Karena itu, hendaklah
bersungguh-sungguh dan memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan
balasannya dari Allah. Malam Ramadhan adalah kesempatan yang terbatas
bilangannya dan orang mu'min yang berakal akan memanfaatkannya dengan
baik tanpa terlewatkan.
Jangan sampai ditinggalkan shalat tarawih, agar memperoleh pahala dan
ganjarannya. Dan jangan pulang dari shalat tarawih sebelum imam selesai
darinya dan dari shalat witir, agar mendapatkan pahala shalat semalam
suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai,
dicatat baginya shalat semalam suntuk. " (HR. Para penulis kitab
Sunan,dengan sanad shahih) Lihat kitab Majalisu Syahri Ramndhan, oleh
Syaikh Ibnu Utsaimin, him. 26-30.
Shalat tarawih adalah sunat, dilakukan dengan berjama'ah lebih utama.
Demikian yang masyhur dilakukan para sahabat, dan diwarisi oleh umat
ini dari mereka generasi demi generasi. Shalat ini tidak ada batasannya.
Boleh melakukan shalat 20 raka'at, 36 raka'at, 11 raka'at, atau 13
raka'at; semuanya baik. Banyak atau sedikitnya raka'at tergantung pada
panjang atau pendeknya bacaan ayat. Dalam shalat diminta supaya khusyu',
bertuma'ninah, dihayati dan membaca dengan pelan; dan itu tidak bisa
dengan cepat dan tergesa-gesa. Dan sepertinya lebih baik apabila shalat
tersebut hanya dilakukan 11 raka'at.(Yaitu berdasarkan hadits Aisyah
radiallahu'anha yang artinya : " Tiadalah Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam menambah (rakaat), baik di bulan Ramadhan atau (di bulan)
lainya lebih dari sebelas rakaat". (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa'i)
MEMBACA AL-QUR'ANUL KARIM DI BULAN RAMADHAN DAN LAINNYA
Segala puji bagi Allah, yang telah menurunkan kepada hamba-Nya kitab
Al-Qur'an sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang muslim. Semoga shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad, yang diutus
Allah sebagai rahmat bagi alam semesta.
Adalah ditekankan bagi seorang muslim yang mengharap rahmat Allah dan
takut akan siksa-Nya untuk memperbanyak membaca Al-Qur'anul Karim pada
bulan Ramadhan dan buian-bulan lainnya untuk mendekatkan diri kepada
Allah Ta'ala, mengharap ridha-Nya, memperoleh keutamaan dan pahala-Nya.
Karena Al-Qur'anul Karim adalah sebaik-baik kitab, yang diturunkan
kepada Rasul termulia, untuk umat terbaik yang pernah dilahirkan kepada
umat manusia; dengan syari'at yang paling utama, paling mudah, paling
luhur dan paling sempurna.
Al-Qur'an diturunkan untuk dibaca oleh setiap orang muslim,
direnungkan dan dipahami makna, perintah dan larangannya, kemudian
diamalkan. Sehingga ia akan menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya
dan pemberi syafa'at baginya pada hari Kiamat.
Allah telah menjamin bagi siapa yang membaca Al-Qur'an dan
mengamalkan isi kandungannya tidak akan tersesat di dunia dan tidak
celaka di akhirat, dengan firmanNya " Maka barangsiapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. " (Thaha:123),
Janganlah seorang muslim memalingkan diri dari membaca kitab Allah,
merenungkan dan mengamalkan isi kandungannya. Allah telah mengancam
orang-orang yang memalingkan diri darinya dengan firman-Nya :
"Barangsiapa berpaling dari Al-Qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari Kiamat. " (Thaha : 100),
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada
hari Kiamat dalam keadaan buta. " (Thaha: 124),
Di antara keutamaan Al-Qur'an :
- Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri. " (An-Nahl: 89),
- Firman Allah Ta'ala .
.. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab
yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang
mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu
pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya
yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus. " (Al-Ma'idah: 15-16).
- Firman Allah Ta 'ala :
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi ouang-orang yang beriman. " (Yunus: 57).
- Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :
"Bacalah Al-Qur'an, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai
pemberi syafa 'at bagi pembacanya. " (HR. Muslim dari Abu Umamah).
- Dari An-Nawwas bin Sam'an radhiallahu 'anhu, katanya : Aku mendengar Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Didatangkan pada hari KiamatAl-Qur'an dan para pembacanya yang
mereka itu dahulu mengamalkannya di dunia, dengan didahului oleh surat
Al Baqarah dan Ali Imran yang membela pembaca kedua surat ini. " (HR,
Muslim).
- Dari Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu, katanya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya. " (HR. Al-Bukhar)
- Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, katanya : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu
kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak
mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam
satu huruf dan mim satu huruf. " (HR. At-Tirmidzi, katanya: hadits hasan
shahih).
- Dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash radhiallahu 'anhuma, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Dikatakan kepada pembaca Al-Qur'an: "Bacalah, naiklah dan bacalah
dengan pelan sebagaimana yang telah kama lakukan di dunia, karena
kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang kamu baca. "(HR. Abu Dawud dan
At-Tirmidzi dengan mengatakan: hadits hasan shahih).
- Dari Aisyah radhiallahu 'anhu, katanya : Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Orang yang membaca Al-Qur'an dengan mahir adalah bersama para
malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran
dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala. " (Hadits
Muttafaq 'Alaih).
Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya.
- Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidak boleh hasut kecuali dalam dua perkaua, yaitu: orang yang
dikaruniai Allah Al-Qur'an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang,
dan orang yang dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu
malam dan siang "(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Yang dimaksud hasut di sini yaitu mengharapkan seperti apa yang
dimiliki orang lain. ( Lihat kitab Riyadhus Shaalihiin, hlm. 467-469.
Maka bersungguh-sungguhlah -semoga Allah menunjuki Anda kepada jalan
yang diridhaiNya untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim dan membacanya
dengan niat yang ikhlas untuk Allah Ta'ala. Bersungguh-sungguhlah untuk
mempelajari maknanya dan mengamalkannya, agar mendapatkan apa yang
dijanjikan Allah bagi para ahli Al-Qur'an berupa keutamaan yang besar,
pahala yang banyak, derajat yang tinggi dan kenikmatan yang abadi. Para
sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dahulu jika mempelajari
sepuluh ayat dari Al-Qur'an, mereka tidak melaluinya tanpa mempelajari
makna dan cara pengamalannya.
Dan perlu Anda ketahui, bahwa membaca Al-Qur'an yang berguna bagi
pembacanya, yaitu membaca disertai merenungkan dan memahami maknanya,
perintah-perintahnya dan larangan-larangannya. Jika ia menjumpai ayat
yang memerintahkan sesuatu maka ia pun mematuhi dan menjalankannya, atau
menjumpai ayat yang melarang sesuatu maka iapun meninggalkan dan
menjauhinya. Jika ia menjumpai ayat rahmat, ia memohon dan mengharap
kepada Allah rahmat-Nya; atau menjumpai ayat adzab, ia berlindung kepada
Allah dan takut akan siksa-Nya. Al-Qur'an itu menjadi hujjah bagi
orang yang merenungkan dan mengamalkannya; sedangkan yang tidak
mengamalkan dan memanfaatkannya maka Al-Qur'an itu menjadi hujjah
terhadap dirinya (mencelakainya).
Firman Allah Ta 'ala :
"lni adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang
yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran." (Shad: 29).
Bulan Ramadhan memiliki kekhususan dengan Al-Qura'nul Karim,
sebagaimana firman Allah: "Bulan Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan
permulaan Al-Qur'an ... "(Al-Baqarah: 185).
Dan dalam hadits shahih dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bertemu dengan Jibril pada bulan Ramadhan setiap malam
untuk membacakan kepadanya Al-Qur'anul Karim.
Hal itu menunjukkan dianjurkannya mempelajari Al-Qur'an pada bulan
Ramadhan dan berkumpul untuk itu, juga membacakan Al-Qur'an kepada orang
yang lebih hafal. Dan juga menunjukkan dianjurkannya memperbanyak
bacaan Al-Qur'an pada bulan Ramadhan.
Tentang keutamaan berkumpul di masjid-masjid untuk mempelajari
Al-Qur'anul Karim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah seraya
membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali
turunlah ketenangan atas mereka, serta mereka diliputi rahmat,
dikerumuni para malaikat dan disebut-sebut oleh Allah kepada para
malaikat di hadapan-Nya. " (HR. Muslim).
Ada dua cara untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim:
- Membaca ayat yang dibaca sahabat Anda.
- Membaca ayat sesudahnya. Namun cara pertama lebih baik.
Dalam hadits Ibnu Abbas di atas disebutkan pula mudarasah antara Nabi
dan Jibril terjadi pada malam hari. Ini menunjukkan dianjurkannya
banyak-banyak membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan pada malam hari,
karena malam merupakan waktu berhentinya segala kesibukan, kembali
terkumpulnya semangat dan bertemunya hati dan lisan untuk merenungkan.
Seperti dinyatakan dalam firman Allah :
"Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu
'), dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. "(Al-Muzzammil: 6).
Disunatkan membaca Al-Qur'an dalam kondisi sesempurna mungkin, yakni
dengan bersuci, menghadap kiblat, mencari waktu-waktu yang paling utama
seperti malam, setelah maghrib dan setelah fajar.
Boleh membaca sambil berdiri, duduk, tidur, berjalan dan menaiki kendaraan. Berdasarkan firman Allah :
"(Yaitu) orang-orang yang dzikir kedada Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring... "(A1'Imran: 191).
Sedangkan Al-Qur'anul Karim merupakan dzikir yang paling agung.
KADAR BACAAN YANG DISUNATKAN
Disunatkan mengkhatamkan Al-Qur'an setiap minggu, dengan setiap hari'
membaca sepertujuh dari Al-Qur'an dengan melihat mushaf, karena melihat
mushaf merupakan ibadah. Juga mengkhatamkannya kurang dari seminggu
pada waktu-waktu yang mulia dan di tempat-tempat yang mulia, seperti:
Ramadhan, Dua Tanah Suci dan sepuluh hari Dzul Hijjah karena
memanfaatkan waktu dan tempat. Jika membaca Al-Qur'an khatam dalam
setiap tiga hari pun baik, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam kepada Abdullah bin Amr :
"Bacalah Al-Qur'an itu dalam setiap tiga hari "( Lihat kitab
Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, him. 169-172 dan Haasyiatu
Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 107.)
Dan makruh menunda khatam Al-Qur'an lebih dari empat puluh hari, bila
hal tersebut dikhawatirkan membuatnya lupa. Imam Ahmad berkata :
"Betapa berat beban Al-Qur'an itu bagi orang yang menghafalnya kemudian
melupakannya."
Dilarang bagi yang berhadats kecil maupun besar menyentuh mushaf, dasarnya firman Allah Ta 'ala :
"Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. "(Al-Waqi'ah: 79).
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wassallam :
"Tidak dibenarkan menyentuh Al-Qur'an ini kecuali orang yang suci. "
(HR. Malik dalam Al-Muwaththa,Ad-Daruquthni dan lainnya)" (Hai ini
diperkuat hadits Hakim bin Hizam yang lafazhnya: "Jangan menyentuh
Al-qur'an kecuali jika kamu suci." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim dengan
menyatakannya shahih).
AL-QUR'ANUL KARIM SYARI'AT SEMPURNA
Asy-Syathibi dalam kitab Al-Muwaafaqaat mengatakan : "Sudah menjadi
kesepakatan bahwa kitab yang mulia ini adalah syari'at yang sempurna,
sendi agama, sumber hikmah, bukti kerasulan, cahaya penglihatan dan
hujjah. Tiada jalan menuju Allah selainnya, tiada keselamatan kecuali
dengannya dan tidak ada yang dapat dijadikan pegangan sesuatu yang
menyelisihinya. Kalau demikian halnya, mau tidak mau bagi siapa yang
hendak mengetahui keuniversalan syariat, berkeinginan mengenal
tujuan-tujuannya serta mengikuti jejak para ahlinya harus menjadikannya
sebagai kawan bercakap dan teman duduknya sepanjang siang dan malam
dalam teori dan praktek; maka dekat waktunya ia mencapai tujuan dan
menggapai cita-cita serta mendapati dirinya termasuk orang-orang
pendahulu, dan dalam rombongan pertama jika ia mampu. Dan tidaklah mampu
atas hal itu kecuali orang yang senantiasa menggunakan apa yang dapat
membantunya, yaitu sunnah yang menjelaskan kitab ini. Selainnya, adalah
ucapan para imam terkemuka dan salaf pendahulu yang dapat membimbingnya
dalam tujuan yang mulia ini." ( Lihat AI Muwafaqaat, oleh Asy-Syathibi,
31224.)
HUKUM MELAGUKAN AL-QUR'AN
Pembaca dan pendengar Al-Qur'an yang hatinya disibukkan dengan lagu
dan sejenisnya -yang dapat mengakibatkan perubahan firman Allah, padahal
kita diperintahkan untuk memperhatikannya sebenamya menghalangi hatinya
dari apa yang dikehendaki Allah dalam kitab-Nya, memutuskannya dari
pemahaman firman-Nya. Mahasuci firman Allah dari hal itu semua. Imam
Ahmad melarang talhin dalam membaca Al-Qur'an, yaitu yang menyerupai
lagu, beliau berkata : "Itu bid'ah.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam Fadhaa 'ilul Qur'an mengatakan:
"Sasaran yang diminta menurut syara' tiada lain yaitu memperindah suara
yang dapat mendorong untuk merenungkan dan memahami Al-Qur'an yang mulia
dengan khusyu', tunduk, dan patuh penuh ketaatan. Adapun suara-suara
dengan lagu yang diada-adakan yang terdiri atas nada dan irama yang
melalaikan, serta aturan musikal, maka Al-Qur'an adalah suci; dari hal
ini dan tak layak jika dalam membacanya diperlakukan demikian." (Lihat
kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, him. 125-126.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Irama-irama yang dilarang
para ulama untuk membaca Al-Qur'an yaitu yang dapat memendekkan huruf
yang panjang, memanjangkan yang pendek, menghidupkan huruf yang mati dan
mematikan yang hidup. Mereka lakukan hal itu supaya sesuai dengan irama
lagu-lagu yang merdu. Jika hal itu dapat mengubah aturan Al-Qur'an dan
menjadikan harakat sebagai huruf, maka haram hukumnya. (Lihat Haasyiatu
Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, him. 107.)
SEDEKAH DI BULAN RAMADHAN
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas raldhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan,
dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui
Jibril untuk membacakan kepadanya Al-Qur'an. Jibril menemui beliau
setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya Al-Qur'an.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditemui Jibril lebih
dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan tambahan:
"Dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya. "
Dan menurut riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika masuk bulan Ramadhan
membebaskan setiap tawanan dan memberi setiap orang yang meminta. "
Kedermawanan adalah sifat murah hati dan banyak memberi. Allah pun
bersifat Maha Pemurah, Allah Ta'ala Maha Pemurah, kedermawanan-Nya
berlipat ganda pada waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan.
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah manusia yang
paling dermawan, juga paling mulia, paling berani dan amat sempurna
dalam segala sifat yang terpuji; kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan
berlipat ganda dibanding bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemurahan
Tuhannya berlipat ganda pada bulan ini.
Berbagai pelajaran yang dapat diambil dari berlipatgandanya kedermawanan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan :
Bahwa kesempatan ini amat berharga dan melipatgandakan amal kebaikan.
Membantu orang-orang yang berpuasa dan berdzikir untuk senantiasa
taat, agar memperoleh pahala seperti pahala mereka; sebagaimana siapa
yang membekali orang yang berperang maka ia memperoleh seperti pahala
orang yang berperang, dan siapa yang menanggung dengan balk keluarga
orang yang berperang maka ia memperoleh pula seperti pahala orang yang
berperang. Dinyatakan dalam hadits Zaid bin Khalid dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berpuasa maka baginya
seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun dari
pahalanya. " (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
Bulan Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada para hamba-Nya
dengan rahmat, ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama pada
Lailatul Qadar Allah Ta 'ala melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya
yang bersifat kasih, maka barangsiapa berderma kepada para hamba Allah
niscaya Allah Maha Pemurah kepadanya dengan anugerah dan kebaikan.
Balasan itu adalah sejenis dengan amal perbuatan.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama termasuk sebab masuk
Surga. Dinyatakan dalam hadits Ali radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh di Surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luamya dapat
dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. " Maka
berdirilah kepada beliau seorang Arab Badui seraya berkata: Untuk
siapakah ruangan-ruangan itu wahai Rasulullah? jawab beliau: "Untuk
siapa saja yang berkata baik, memberi makan, selalu berpuasa dan shalat
malam ketika orang-orang dalam keadaan tidur. " (HR. At-Tirmidzi dan Abu
Isa berkata, hadits ini gharib)
Semua kriteria ini terdapat dalam bulan Ramadhan. Terkumpul bagi
orang mukmin dalam bulan ini; puasa, shalat malam, sedekah dan perkataan
baik. Karena pada waktu ini orang yang berpuasa dilarang dari perkataan
kotor dan perbuatan keji. Sedangkan shalat, puasa dan sedekah dapat
menghantarkan pelakunya kepada Allah Ta 'ala.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama lebih dapat
menghapuskan dosa-dosa dan menjauhkan dari api Neraka Jahannam, terutama
jika ditambah lagi shalat malam. Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu merupakan perisai bagi seseorang dari api Neraka,
sebagaimana perisai dalam peperangan " ( Hadits riwayat Ahmad, An-Nasa'i
dan Ibnu Majah dari Ustman bin Abil-'Ash; juga diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah dalam Shahihnya serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan
disetujui Adz-Dzahabi.) Hadits riwayat Ahmad dengan isnad hasan dan
Al-Baihaqi.
Diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu perisai dan benteng kokoh yang melindungi seseorang) dari api Neraka"
Dan dalam hadits Mu'adz radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sedekah dan shalat seseorang di tengah malam dapat menghapuskan dosa
sebagaimana air memadamkan api" (Hadist riwayat At-Tirmidzi dan
katrrnya. "Hadits hasan shnhih. "
Dalam puasa, tentu terdapat kekeliruan serta kekurangan. Dan puasa
dapat menghapuskan dosa-dosa dengan syarat menjaga diri dari apa yang
mesti dijaga. Padahal kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan orang
tidak terpenuhi dalam puasanya itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan
sedekah kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dapat terlengkapi.
Karena itu pada akhir Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah untuk
mensucikan orang yang berpuasa dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
Orang yang berpuasa meninggalkan makan dan minumnya. Jika ia dapat
membantu orang lain yang berpuasa agar kuat dengan makan dan minum maka
kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan syahwatnya karena
Allah, memberikan dan membantukannya kepada orang lain. Untuk itu
disyari'atkan baginya memberi hidangan berbuka kepada orang-orang yang
berpuasa bersamanya, karena makanan ketika itu sangat disukainya, maka
hendaknya ia membantu orang lain dengan makanan tersebut, agar ia
termasuk orang yang memberi makanan yang disukai dan karenanya menjadi
orang yang bersyukur kepada Allah atas nikmat makanan dan minuman yang
dianugerahkan kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak mendapatkan
anugerah tersebut. Sungguh nikmat ini hanyalah dapat diketahui nilainya
ketika tidak didapatkan. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu
Rajab, hlm. 172-178.)
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya (kepada kita semua). Shalawat dan
salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad,
segenap keluarga dan sahabatnya.
TAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG PUASA
Allah Ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kama agar kamu bertaqwa.
(Yaitu) dalam beberapa hari yang teutentu. Maka barangsiapa di antara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka
(wajiblah baginya bevpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak beupuasa) membayar fidyah, (yaitu)
memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati
mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui "(Al-Baqarah: 183-184)
Allah berfirman yang ditujukan kepada orang-orang beriman dari umat
ini, seraya menyuruh mereka agar berpuasa. Yaitu menahan dari makan,
minum dan bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah Ta'ala. Karena di
dalamnya terdapat penyucian dan pembersihan jiwa, juga menjernihkannya
dari pikiran-pikiran yang buruk dan akhlak yang rendah.
Allah menyebutkan, di samping mewajibkan atas umat ini, hal yang sama
juga telah diwajibkan atas orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari
sanalah mereka mendapat teladan. Maka, hendaknya mereka berusaha
menjalankan kewajiban ini secara lebih sempurna dibanding dengan apa
yang telah mereka kerjakan. (Tafsir Ibn Katsir, 11313.)
Lalu, Dia memberikan alasan diwajibkannya puasa tersebut dengan
menjelaskan manfaatnya yang besar dan hikmahnya yang tinggi. Yaitu agar
orang yang berpuasa mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah,
Yakni dengan meninggalkan nafsu dan kesenangan yang dibolehkan,
semata-mata untuk mentaati perintah Allah dan mengharapkan pahala di
sisi-Nya. Agar orang beriman termasuk mereka yang bertaqwa kepada Allah,
taat kepada semua perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan dan
segala yang diharamkan-Nya. (Tafsir Ayaatul Ahkaam, oleh Ash Shabuni,
I/192.)
Ketika Allah menyebutkan bahwa Dia mewajibkan puasa atas mereka, maka
Dia memberitahukan bahwa puasa tersebut pada hari-hari tertentu atau
dalam jumlah yang relatif sedikit dan mudah. Di antara kemudahannya
yaitu puasa tersebut pada bulan tertentu, di mana seluruh umat Islam
melakukannya.
Lalu Allah memberi kemudahan lain, seperti disebutkan dalam firman-Nya:
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. " (Al-Baqarah: 184)
Karena biasanya berat, maka Allah memberikan keringanan kepada mereka
berdua untuk tidak berpuasa. Dan agar hamba mendapatkan kemaslahatan
puasa, maka Allah memerintahkan mereka berdua agar menggantinya pada
hari-hari lain. Yakni ketika ia sembuh dari sakit atau tak iagi
melakukan perjalanan, dan sedang dalam keadaan luang. (Lihat kitab
Tafsiirul Lat'nifil Mannaan fi Khulaashati Tafsiiril Qur'an, oleh Ibnu
Sa'di, hlm. 56.)
Dan firman Allah Ta 'ala :
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain." (Al-Baqarah : 184)
Maksudnya, seseorang boleh tidak berpuasa ketika sedang sakit atau
dalam keadaan bepergian, karena hal itu berat baginya. Maka ia
dibolehkan berbuka dan mengqadha'nya sesuai dengan bilangan hari yang
ditinggalkannya, pada hari-hari lain.
Adapun orang sehat dan mukim (tidak bepergian) tetapi berat (tidak
kuat) menjalankan puasa, maka ia boleh memilih antara berpuasa atau
memberi makan orang miskin. Ia boleh berpuasa, boleh pula berbuka dengan
syarat memberi makan kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang
ditinggalkannya. Jika ia memberi makan lebih dari seorang miskin untuk
setiap harinya, tentu akan lebih baik. Dan bila ia berpuasa, maka puasa
lebih utama daripada memberi makanan. Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhum berkata: "Karena itulah Allah berfirman :
"Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. " (Tafsir Ibnu Katsir; 1/214)
Firman Allah Ta 'ala :
"(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada
bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka)
maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al-Baqarah: 185).
Allah memberitahukan bahwa bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa
bagi mereka itu adalah bulan Ramadhan. Bulan di mana Al-Qur'an –yang
dengannya Allah memuliakan umat Muhammad-diturunkan untuk pertama
kalinya. Allah menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang serta
peraturan yang mereka pegang teguh dalam kehidupan. Di dalamnya terdapat
cahaya dan petunjuk. Dan itulah jalan kebahagiaan bagi orang yang ingin
menitinya. Di dalamnya terdapat pembeda antara yang hak dengan yang
batil, antara petunjuk dengan kesesatan dan antara yang halal dengan
yang haram.
Allah menekankan puasa pada bulan Ramadhan karena bulan itu adalah
bulan diturunkannya rahmat kepada segenap hamba, Dan Allah tidak
menghendaki kepada segenap hamba-Nya kecuaii kemudahan. Karena itu Dia
membolehkan orang sakit dan musafir berbuka puasa pada hari-hari bulan
Ramadhan (Tqfsir Ayarul Ahkam oleh Ash Shabuni, I/192), dan
memerintahkan mereka menggantinya, sehingga sempurna bilangan satu
bulan. Selain itu, Dia juga memerintahkan memperbanyak dzikir dan takbir
ketika selesai melaksanakan ibadah puasa, yakni pada saat sempurnanya'
bulan Ramadhan. Karena itu Allah berfirman :
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kama
bersyukur. " (Al- Baqarah: 185).
Maksudnya, bila Anda telah menunaikan apa yang diperintahkan Allah,
taat kepada-Nya dengan menjalankan hal-hal yang diwajibkan dan
meninggalkan segala yang diharamkan serta menjaga batasan-batasan
(hukum)-Nya, maka hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur
karenanya. ')" (Tafsir Ibnu Karsir, 1/218)
Lalu Allah berfirman :
"Dan apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka
(jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdo 'a apabila ia memohon Kepada-Ku maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,
agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Al-Baqarah:186)
Sebab Turunnya ayat :
Diriwayatkan bahwa seorang Arab badui bertanya : "Wahai Rasulullah,
apakah Tuhan kita dekat sehingga kita berbisik atau jauh sehingga kita
berteriak (memanggil-Nya ketika berdo'a)?" Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam hanya terdiam, sampai Allah menurunkan ayat di atas. ' (Tafsir
Ibnu Katsir; I/219.)
Tafsiran ayat:
Allah menjelaskan bahwa Diri-Nya adalah dekat. Ia mengabulkan do'a
orang-orang yang memohon, serta memenuhi kebutuhan orang-orang yang
meminta. Tidak ada tirai pembatas antara Diri-Nya dengan salah seorang
hamba-Nya. Karena itu, seyogyanya mereka menghadap hanya kepada-Nya
dalam berdo'a dan merendahkan diri, lurus dan memurnikan ketaatan
pada-Nya semata. (Tafsir Ibnu Katsir, I/218.)
Adapun hikmah penyebutan'Allah akan ayat ini yang memotivasi
memperbanyak do'a berangkaian dengan hukum-hukum puasa adalah bimbingan
kepada kesungguhan dalam berdo'a, ketika bilangan puasa telah sempurna,
bahkan setiap kali berbuka.
Anjuran dan Keutamaan Do'a:
Banyak sekali nash-nash yang memotivasi untuk berdo'a, menerangkan
fadhilah (keutamaan)nya dan mendorong agar suka melakukannya. Di
antaranya adalah sebagai berikut :
- Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Tuhanmu berfirman: Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu." (Ghaafir: 60). Di dalamnya Allah memerintahkan
berdo'a dan Dia menjamin akan mengabulkannya.
- Firman Allah Ta'ala :
"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang
lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. " (Al-A'raaf: 55).
Maksudnya, berdo'alah kepada Allah dengan menghinakan diri dan secara
rahasia, penuh khusyu' dan merendahkan diri. "Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas." Yakni tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas, baik dalam berdo'a atau lainnya,
orang-orang yang melampaui batas dalam setiap perkara. Termasuk
melampaui batas dalam berdo'a adalah permintaan hamba akan berbagai hal
yang tidak sesuai untuk dirinya atau dengan meninggikan dan mengeraskan
suaranya dalam berdo'a.
Dalam Shahihain, Abu Musa Al-Asy'ari berkata: "Orang-orang
meninggikan suaranya ketika berdo'a, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak
berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib. Sesungguhnya Dzat yang
kama berdo'a pada-Nya itu Maha Mendengar lagi Maha Dekat. "
- Firman Allah Ta 'ala : "Atau siapakah yang memperkenankan (do'a)
orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya, dan yang
menghilangkan kesusahan?" (An Naml: 62).
Maksudnya, apakah ada yang bisa mengabulkan do'a orang yang
kesulitan, yang diguncang oleh berbagai kesempitan, yang sulit
mendapatkan apa yang ia minta, sehingga tak ada jalan lain ia baru
keluar dari keadaan yang mengungkunginya, selain Allah semata? Siapa
pula yang menghilangkan keburukan (malapetaka), kejahatan dan murka,
selain Allah semata?
- Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan At-TiYmidzi, At-Tirmidzi berkata, hadits hasan shahih).
Dari Ubadah bin Asb-Shamit radhiallahu 'anhu ia berkata, sesungguhnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak ada seorang muslim yang berdo'a kepada Allah di dunia dengan
suatu permohonan kecuali Dia mengabulkannya, atau menghilangkan
daripadanya keburukan yang semisalnya, selama ia tidak meminta suatu
dosa atau pemutusan kerabat. " Maka berkatalah seouang laki-laki dari
kaum: "Kalau begitu, kita memperbanyak (do'a). "
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah memberikan
kebaikan-Nya lebih banyak daripada yang kalian minta" (HR. At-Tirmidzi,
ia berkata, hadits hasan shahih), (Lihat kitab Riyaadhus Shaalihiin,
hlm. 612 dan 622)
Lalu Allah Ta'ala berfirman :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isterimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah
pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahrvasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan cavilah apa yang telah
ditetapkan oleh Allah untukmu, dan makan minumlah hinngga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)janganlah kamu campuri mereka
itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada manusia, supaya mereka bertaqwa." (Al-Baqarah:187)
Sebab turunnya ayat :
Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra' bin 'Azib, bahwasanya ia berkata :
"Dahulu, para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, jika
seseorang (dari mereka) berpuasa, dan telah datang (waktu) berbuka,
tetapi ia tidur sebelum berbuka, ia tidak makan pada malam dan siang
harinya hingga sore. Suatu ketika Qais bin Sharmah Al-Anshari dalam
keadaan puasa, sedang pada siang harinya bekerja di kebun kurma. Ketika
datang waktu berbuka, ia mendatangi isterinya seraya berkata padanya:
"Apakah engkau memiliki makanan ?" Ia menjawab: "Tidak, tetapi aku akan
pergi mencarikan untukmu." Padahal siang harinya ia sibuk bekerja,
karena itu ia tertidur. Kemudian datanglah isterinya. Tatkala ia melihat
suaminya (tertidur) ia berkata: "Celaka kamu." Ketika sampai tengah
hari, ia menggauli (isterinya). Maka hal itu diberitahukan kepada Nabi
shallallahu alaihi wasallam, sehingga turunlah ayat ini :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu. "
Maka mereka sangat bersuka cita karenanya, kemudian turunlah ayat berikut :
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. (Lihat kitab Ash Shahiihul Musnad min Asbaabin
Nuzuul, hlm. 9.)
Tafsiran ayat :
Allah Ta'ala berfirman untuk memudahkan para hamba-Nya sekaligus
untuk membolehkan mereka bersenang-senang (bersetubuh) dengan isterinya
pada malam-malam bulan Ramadhan, sebagaimana mereka dibolehkan pula
ketika malam hari makan dan minum :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa melakukam "rafats" dengan isteri- isterimu."
Rafats adalah bersetubuh dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya.
Dahulu, mereka dilarang melakukan hal tersebut (pada malam hari), tetapi
kemudian Allah membolehkan mereka makan minum dan melampiaskan
kebutuhan biologis, dengan bersenang-senang bersama isteri-isteri
mereka. Hal itu untuk menampakkan anugerah dan rahmat Allah pada mereka.
Allah menyerupakan wanita dengan pakaian yang menutupi badan. Maka ia
adalah penutup bagi laki-laki dan pemberi ketenangan padanya, begitupun
sebaliknya.
Ibnu Abbas berkata: "Maksudnya para isteri itu merupakan ketenangan bagimu dan kamu pun merupakan ketenangan bagi mereka."
Dan Allah membolehkan menggauli para isteri hingga terbit fajar. Lalu
Dia mengecualikan keumuman dibolehkannya menggauli isteri (malam hari
bulan puasa) pada saat i'tikaf. Karena ia adalah waktu meninggalkan
segala urusan dunia untuk sepenuhnya konsentrasi beribadah. Pada
akhirnya Allah menutup ayat-ayat yang mulia ini dengan memperingatkan
agar mereka tidak melanggar perintah-perintah-Nya dan melakukan hal-hal
yang diharamkan serta berbagai maksiat, yang semua itu merupakan
batasan-batasan-Nya. Hal-hal itu telah Dia jelaskan kepada para
hamba-Nya agar mereka menjauhinya, serta taat berpegang teguh dengan
syari'at Allah sehingga mereka menjadi orang-orang yang bertaqwa.
(Tafsir Ayaatil Ahkaam, oleh Ash-Shabuni, I/93.)
PELAJARAN DARI AYAT-AYAT TENTANG PUASA
∑ Umat Islam wajib melakukan puasa Ramadhan.
∑ Kewajiban bertaqwa kepada Allah dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
∑ Boleh berbuka di bulan Ramadhan bagi orang sakit dan musafir.
Keduanya wajib mengganti puasa sebanyak bilangan hari mereka berbuka,
pada hari-hari lain.
Firman Allah Ta 'ala :
"Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-haui lain, "adalah dalil wajibnya mengqadha' bagi orang
yang berbuka pada bulan Ramadhan karena udzur, baik sebulan penuh atau
kurang, juga merupakan dalil dibolehkannya mengganti hari-hari yang
panjang dan panas dengan hari-hari yang pendek dan dingin atau
sebaliknya.
Tidak diwajibkan berturut-turut dalam mengqadha' puasa Ramadhan,
karena Allah Ta 'ala berfirman :"Maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain, " tanpa
mensyaratkan puasa secara berturut-turut. Maka, dibolehkan berpuasa
secara berturut-turut atau secara terpisah- pisah. Dan yang demikian itu
lebih memudahkan manusia.
∑ Orang yang tidak kuat puasa karena tua atau sakit yang tidak ada
harapan sembuh, wajib baginya membayar fidyah; untuk setiap harinya
memberi makan satu orang miskin.
Firman Allah Ta 'ala :"Dan berpuasa lebih baik bagimu"
menunjukkan bahwa melakukan puasa bagi orang yang boleh berbuka adalah lebih utama, selama tidak memberatkan dirinya.
∑ Di antara keutamaan Ramadhan adalah, Allah mengistimewakannya
dengan menurunkan Al-Qur'an pada bulan tersebut, sebagai petunjuk bagi
segenap hamba dan untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju
cahaya.
∑ Bahwa kesulitan menyebabkan datangnya kemudahan. Karena itu Allah membolehkan berbuka bagi orang sakit dan musafir.
∑ Kemudahan dan kelapangan Islam, yang mana ia tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.
∑ Disyari'atkan mengumandangkan takbir pada malam 'Idul Fitri. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan hendaklah kama mengagungkan Allah (mengumandangkan takbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu. "
∑ Wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai karunia dan taufik-Nya,
sehingga bisa menjalankan puasa, shalat dan membaca Al-Qur'anul Karim,
dan hal itu dengan mentaati-Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya.
∑ Anjuran berdo'a, karena Allah memerintahkannya dan menjamin akan mengabulkannya.
Kedekatan Allah dari orang yang berdo'a pada-Nya berupa dikabulkannya
do'a, dan dari orang yang menyembah-Nya berupa pemberian pahala.
Wajib memenuhi seruan Allah dengan beriman kepada-Nya dan tunduk
mentaati-Nya. Dan yang demikian itu adalah syarat dikabulkannya do'a.
∑ Boleh makan dan minum serta melakukan hubungan suami isteri pada
malam-malan bulan Ramadhan, sampai terbit fajar, dan haram melakukannya
pada siang hari. Waktu puasa adalah dari terbitnya fajar yang kedua,
hingga terbenamnya matahari.
∑ Disyari'atkan i'tikaf di masjid-masjid. Yakni diam di masjid untuk
melakukan ketaatan kepada Allah dan totalitas ibadah di dalamnya. Ia
tidak sah, kecuali dilakukan di dalam masjid yang di situ
diselenggarakan shalat lima waktu.
Diharamkan bagi orang yang beri'tikaf mencumbu isterinya. Bersenggama merupakan salah satu yang membatalkan i'tikaf.
∑ Wajib konsisten dengan mentaati perintah-perintah Allah dan
larangan-larangan-Nya. Allah Ta'ala berfirman :"ltulah larangan-larangan
Allah maka kamujangan mendekatinya."
Hikmah dari penjelasan ini adalah terealisasinya taqwa setelah mengetahui dari apa ia harus bertaqwa (menjaga diri).
∑ Orang yang makan dalam keadaan ragu-ragu tentang telah terbitnya
fajar atau belum adalah sah puasanya, karena pada asalnya waktu malam
masih berlangsung.
∑ Disunnahkan makan sahur, sebagaimana disunnahkan mengakhirkan waktunya.
∑ Boleh mengakhirkan mandi jinabat hingga terbitnya fajar.
∑ Puasa adalah madrasah rohaniyah, untuk melatih dan membiasakan jiwa
berlaku sabar. (Lihat kitab Al Ikliil Istinbaathit Tanziil, oleh
As-Suyuthi, hlm. 24-28; dan Taisirul Lathifill Mannaan, oleh Ibn Sa'di,
hlm. 56-58.)
MANFAAT PUASA
Puasa memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi kejiwaan, sosial dan kesehatan, di antaranya:
∑ Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan
kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana
menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh
dalam diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta 'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
" (Al-Baqarah: 183)
Catatan Penting :
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada para saudaraku kaum
muslimin yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara berpuasa mereka
bisa meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya tentang
bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok
termasuk jenis keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur'anul Karim.
Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan
menggantinya dengan yang lebih balk. Hendaknya mereka tidak berpuasa
(menahan diri) dari sesuatu yang halal, kemudian berbuka dengan sesuatu
yang haram, kami memohon ampun kepada Allah untuk kami dan untuk mereka.
∑ Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan umat
berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan
perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong
mereka berbuat kebajikan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan.
∑ Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan adalah
membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh
dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan
lemak di perut.
∑ Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena berlebihan,
balk dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa mendorong
nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan
kelengahan.
∑ Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya untuk
berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu
dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya
menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya
lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan
menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk
kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
∑ Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah
mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak
orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan
tidak pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal
tersebut pada saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi
karenanya. Keadaan itu akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama
sekali tak dapat menikmatinya. Ini akan mengharuskannya mensyukuri
nikmat Allah atas dirinya berupa serba kecukupan, juga akan
menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang memerlukan, dan
mendorongnya untuk membantu mereka.
∑ Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran darah yang
merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada
anak Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman
dari gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk
menghalangi nafsu syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang
belum mampu menikah dengan berpuasa ( Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif,
oleh Ibnu Rajab, hlm. 163) sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim)
BERPUASA TAPI MENINGGALKAN SHALAT
Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia
meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun Islam setelah tauhid.
Puasanya sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan
shalat. Sebab shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan
orang yang meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak
diterima amalnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa
meninggalkannya maka dia telah kafir. " (HR. Ahmad dan Para penulis
kitab Sunan dari hadits Buraidah radhiallahu 'anhu) At-Tirmidzi berkata :
Hadits hasan shahih, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah berfirman :
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan
amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. "(Al-Furqaan: 23).
Maksudnya, berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan dengan tidak
karena Allah, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya
sebagai debu yang beterbangan.
Demikian pula halnya dengan meninggalkan shalat berjamaah atau
mengakhirkan shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat
dan dikenai ancaman yang keras. Allah Ta'ala berfirman:
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. " (Al-Maa'un: 4-5).
Maksudnya, mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu. Kalau
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengizinkan shalat di rumah
kepada orang buta yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya ke
masjid, bagaimana pula halnya dengan orang yang pandangannya tajam dan
sehat yang tidak memiliki udzur.?
Berpuasa tetapi dengan meninggalkan shalat atau tidak berjamaah
merupakan pertanda yang jelas bahwa ia tidak berpuasa karena mentaati
perintah Tuhannya.Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban
yang utama (shalat)? Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu
rangkaian utuh yang tidak terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan
bagian yang lain.
Catatan Penting:
Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah,
tidak karena riya' (agar dilihat orang), sum'ah (agar didengar orang),
ikut-ikutan orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia
tinggal. Jadi, yang memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah
karena imannya bahwa Allah mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta
karena mengharapkan pahala di sisi Allah dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat malam/tarawih), ia
wajib menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak
karena sebab lain. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
:
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala
Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa
melakukan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap
pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan
barangsiapa melakukan shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
(Muttafaq 'Alaih).
Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa terluka,
mimisan (keluar darah dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin di
luar kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi
orang yang sengaja muntah maka puasanya batal, karena Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha' atasnya,
Ctetapi) barangsiapa sengaja muntah maka ia wajib mengqadha' puasanya. "
(HR.Imam Lima kecuali An-Nasa'i) (Al Arna'uth dalam Jaami'ul Ushuul,
6/29 berkata : "Hadits ini shahih.")
Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan junub
(hadats besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula
halnya dengan wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia
wajib berpuasa. Dan tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah
terbit fajar, tetapi ia tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit
matahari. Sebab ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbitnya
matahari, karena waktu Shubuh berakhir dengan terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan
mandi hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh
sebelum terbit matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia
bisa mendapatkan shalat jamaah.
Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan
darah, (Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah
satu anggota tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan
makanan. Tetapi jika memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam
hari adalah lebih baik dan selamat, sebab Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda :
"Tinggalkan apa yang membuatmu ragu, kerjakan apa yang tidak
membuatmu ragu. " (HR. An- Nasa'i dan At-Tirmidzi, ia berkata: hadits
hasan shahih)
Dan beliau juga bersabda :
"Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat maka sungguh dia
telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya." ( Muttafaq 'Alaih)
Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh
dilakukan, sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab
Risaalatush Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
Orang yang puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari. Perbuatan
itu sunnah, sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan
puasa.
PUASA YANG SEMPURNA
Saudaraku kaum muslimin, agar sempurna puasamu, sesuai dengan tujuannya, ikutilah langkah-langkah berikut ini :
∑ Makanlah sahur, sehingga membantu kekuatan fisikmu selama berpuasa; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
"Makan sahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah. " HR.'Al-Bukhari dan Muslim)
"Bantulah (kekuatan fisikmu) untuk berpuasa di siang hari dengan
makan sahur, dan untuk shalat malam dengan tidur siang " (HR. Ibnu
Khuzaimah dalam Shahihnya)
Akan lebih utama jika makan sahur itu diakhirkan waktunya, sehingga
mengurangi rasa lapar dan haus. Hanya saja harus hati-hati, untuk itu
hendaknya Anda telah berhenti dari makan dan minum beberapa menit
sebelum terbit fajar, agar Anda tidak ragu-ragu.
Segeralah berbuka jika matahari benar-benar telah tenggelam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan
berbuka dan mengakhirkan sahur . " (HR. Al-Bukhari, I\luslim dan
At-Tirmidz)
∑ Usahakan mandi dari hadats besar sebelum terbit fajar, agar bisa melakukan ibadah dalam keadaan suci.
∑ Manfaatkan bulan Ramadhan dengan sesuatu yang terbaik yang pernah
diturunkan didalamnya, yakni membaca Al-Qur'anul Karim. Sesungguhnya
Jibril 'alaihis salam pada setiap malam di bulan Ramadhan selalu menemui
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk membacakan Al-Qur'an baginya.
(HR. AL-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu).Dan pada
diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ada teladan yang baik bagi
kita.
∑ Jagalah lisanmu dari berdusta, menggunjing, mengadu domba,
mengolok-olok serta perkataan mengada-ada. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa tidak meninggalkan pevkataan dan perbuatan dusta maka
Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum." (HR.
Al-Bukhari)
Hendaknya puasa tidak membuatmu keluar dari kebiasaan. Misalnya cepat
marah dan emosi hanya karena sebab sepele, dengan dalih bahwa engkau
sedang puasa. Sebaliknya, mestinya puasa membuat jiwamu tenang, tidak
emosional. Dan jika Anda diuji dengan seorang yang jahil atau pengumpat,
jangan Anda hadapi dia dengan perbuatan serupa. Nasihati dan tolaklah
dengan cara yang lebih baik. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa adalah perisai, bila suatu hari seseorang dari kama beupuasa,
hendaknya ia tidak berkata buruk dan berteriak-teriak. Bila seseorang
menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata 'Sesungguhnya aku sedang
puasa" (HR. Al- Bukhari, Muslim dan para penulis kitab Sunan)
Ucapan itu dimaksudkanagar ia menahan diri dan tidak melayani orang
yang mengumpatnya Di samping, juga mengingatkan agar ia menolak
melakukan penghinaan dan caci-maki.
∑ Hendaknya Anda selesai dari puasa dengan membawa taqwa kepada
Allah, takut dan bersyukur pada-Nya, serta senantiasa istiqamah dalam
agama-Nya.
Hasil yang baik itu hendaknya mengiringi Anda sepanjang tahun. Dan
buah paling utama dari puasa adalah taqwa, sebab Allah berfirman : "Agar
kamu bertaqwa. "(Al-Baqarah: 183)
Jagalah dirimu dari berbagai syahwat (keinginan), bahkan meskipun
halal bagimu. Hal itu agar tujuan puasa tercapai, dan mematahkan nafsu
dari keinginan. Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu berkata :
"Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu,
penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan menyakiti
tetangga, dan hendaknya kamu senantiasa bersikap tenang pada hari kama
beupuasa jangan pula kamu jadikan hari berbukamu sama dengan hari kamu
berpuasa."
Hendaknya makananmu dari yang halal. Jika kamu menahan diri dari yang
haram pada selain bulan Ramadhan maka pada bulan Ramadhan lebih utama.
Dan tidak ada gunanya engkau berpuasa dari yang halal, tetapi kamu
berbuka dengan yang haram.
Perbanyaklah bersedekah dan berbuat kebajikan. Dan hendaknya kamu
lebih baik dan lebih banyak berbuat kebajikan kepada keluargamu
dibanding pada selain bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam adalah orang yang paring dermawan, dan beliau lebih dermawan
ketika bulan Ramadhan.
Ucapkanlah bismillah ketika kamu berbuka seraya berdo'a :"Ya Allah,
karena-Mu aku berpuasa, dan atas rezki-Mu aku berbuka. Ya Allah
terimalah daripadaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui "(44) (Lihat Mulhaq (bonus) Majalah Al WaLul Islami bulan
Ramadhan, 1390 H.hlm.38-40.)
TUJUAN PUASA
Tujuan ibadah puasa adalah untuk menahan nafsu dari berbagai syahwat,
sehingga ia siap mencari sesuatu yang menjadi puncak kebahagiaannya;
menerima sesuatu yang menyucikannya, yang di dalamnya terdapat
kehidupannya yang abadi, mematahkan permusuhan nafsu terhadap lapar dan
dahaga serta mengingatkannya dengan keadaan orang-orang yang menderita
kelaparan di antara orang-orang miskin; menyempitkan jalan setan pada
diri hamba dengan menyempitkan jalan aliran makanan dan minuman; puasa
adalah untuk Tuhan semesta alam, tidak seperti amalan-amalan yang lain,
ia berarti meninggalkan segala yang dicintai karena kecintaannya kepada
Allah Ta 'ala; ia merupakan rahasia antara hamba dengan Tuhannya, sebab
para hamba mungkin bisa diketahui bahwa ia meninggalkan hai-hal yang
membatalkan puasa secara nyata, tetapi keberadaan dia meninggalkan
hal-hal tersebut karena Sembahannya, maka tak seorangpun manusiayang
mengetahuinya, dan itulah hakikat puasa.
PETUNJUK NABI DALAM BERPUASA
Petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'ala ihi wasallam adalah
petunjuk yang paling sempurna, paling mengena dalam mencapai maksud,
serta paling mudah penerapannya bagi segenap jiwa.
Di antara petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Ramadhan adalah :
Memperbanyak melakukan berbagai macam ibadah. Jibril'alaihis salam
senantiasa membacakan Al-Qur'anul Karim untuk beliau pada bulan
Ramadhan; beliau juga memperbanyak sedekah, kebajikan, membaca
Al-Qur'anul Karim, shalat, dzikir, i'tikaf dan bahkan beliau
mengkhususkan beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang tidak
beliau lakukan pada bulan-bulan lain.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyegerakan berbuka dan
menganjurkan demikian, beliau makan sahur dan mengakhirkannya, serta
menganjurkan dan memberi semangat orang lain untuk melakukan hal yang
sama. Beliau menghimbau agar berbuka dengan kurma, jika tidak
mendapatkannya maka dengan air.
Nabi'shallallahu 'alaihi wasallam melarang orang yang berpuasa dari
ucapan keji dan caci-maki. Sebaliknya beliau memerintahkan agar ia
mengatakan kepada orang yang mencacinya, "Sesungguhnya aku sedang
puasa."
Jika beliau melakukan perjalanan di bulan Ramadhan, terkadang beliau
meneruskan puasanya dan terkadang pula berbuka. Dan membiarkan para
sahabatnya memilih antara berbuka atau puasa ketika dalam perjalanan.
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendapatkan fajar dalam
keadaan junub sehabis menggauli isterinya maka beliau segera mandi
setelah terbit fajar dan tetap berpuasa.
Termasuk petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah
membebaskan dari qadha' puasa bagi orang yang makan atau minum karena
lupa, dan bahwasanya Allahlah yang memberinya makan dan minum.
Dan dalam riwayat shahih disebutkan bahwa beliau bersiwak dalam
keadaan puasa. Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menuangkan air di atas kepalanya dalam keadaan puasa.
Beliau juga melakukan istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) serta
berkumur dalam keadaan puasa. Tetapi beliau melarang orang berpuasa
melakukan istinsyaq secara berlebihan. (Lihat kitab Zaadul Ma'ad fi
Hadyi Khairil 'Ibaad, I/320-338 )
PUASA YANG DISYARI'ATKAN
Puasa yang disyari'atkan adalah puasanya anggota badan dari
dosa-dosa, dan puasanya perut dari makan dan mimum. Sebagaimana makan
dan minum membatalkan dan merusak puasa, demikian pula halnya dengan
dosa-dosa, ia memangkas pahala puasa dan merusak buahnya, sehingga
memposisikannya pada kedudukan orang yang tidak berpuasa.
Karena itu, orang yang benar-benar berpuasa adalah orang yang puasa
segenap anggota badannya dari melakukan dosa-dosa; lisannya berpuasa
dari dusta, kekejian dan mengada-ada; perutnya berpuasa dari makan dan
minum; kemaluannya berpuasa dari bersenggama.
Bila berbicara, ia tidak berbicara dengan sesuatu yang menodai
puasanya, bila melakukan suatu pekerjaan ia tidak melakukan sesuatu yang
merusak puasanya. Ucapan yang keluar darinya selalu bermanfaat dan
baik, demikian pula dengan amal perbuatannya. Ia laksana wangi minyak
kesturi, yang tercium oleh orang yang bergaul dengan pembawa minyak
tersebut. Itulah metafor (perumpamaan) bergaul dengan orang yang
berpuasa, ia akan mengambil manfaat dari bergaul dengannya, aman dari
kepalsuan, dusta, kejahatan dan kezhaliman.
Dalam hadits riwayat Imam Ahmad disebutkan :
"Dan sesungguhnya ban (mulut) orang puasa itu lebih harum di sisi
AIlah daripada aroma minyak kesturi. "(HR. At-Tirmidzi dan ia berkata,
hadits hasan shahih gharib).
Inilah puasa yang disyari'atkan. Tidak sekedar nahan diri dari makan
dan minum. Dalam sebuah menahan diri dari makan dan minum".
Dalam hadits shahih disebutkan :
"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta
kedunguan maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum
.(HR. Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya)
Dalam hadits lain dikatakan :
Betapa banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan
dahaga. " (HR. Ahmad, hadits hasan shahih) (Dan ia menshahihkan hadits
ini.)
SEBAB-SEBAB AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN
Dalam bulan Ramadhan banyak sekali sebab-sebab turunnya ampunan. Di antara sebab-sebab itu adalah :
∑ Melakukan puasa di bulan ini. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah,
niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu. "(Hadits Muttafaq 'Alaih)
∑ Melakukan shalat tarawih dan tahajiud di dalamnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi ruasallam bersabda:
"Barang siapa melakukan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman
dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. "
(Hadits Muttafaq 'Alaih)
∑ Melakukan shalat dan ibadah lain di malam Lailatul Qadar.
Yaitu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia adalah malam yang
penuh berkah, yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'anul Karim. Dan pada
malam itu pula dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa melakukan shalat di malam Lailatul Qadar kavena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu .
(Hadits Muttafaq 'Alaih)
∑ Memberi ifthar (makanan untuk berbuka) kepada orang yang berpuasa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang di dalamnya (bulan Ramadhan) memberi ifthar kepada
orang berpuasa, niscaya hal itu menjadi sebab) ampunan dari dosa~osanya,
dan pembebasan dirinya dari api Neraka. " (HR. Ibnu Khuzaimah (dan ia
menshahihkan hadits ini), Al-Baihaqi dan lainnya).
∑ Beristighfar : Meminta ampunan serta berdo'a ketika dalam keadaan
puasa, berbuka dan ketika makan sahur. Do'a orang puasa adalah mustajab
(dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika berbuka
Allah memerintahkan agar kita berdo'a dan Dia menjamin mengabulkannya.
Allah berfirman :"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku,
niscaya Aku mengabulkannya untukmu . "(Ghaafir: 60),Dan dalam sebuah
hadits disebutkan:
"Ada tiga macam orang yang tidak ditolak do'anya. Di antaranya
disebutkan,"orang yang berpuasa hingga ia berbuka" (HR. Ahmad,
At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Majah). (Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban
dalam kitab Shahih mereka masing-masing, dan At-Tirmidzi mengatakannya
hadits shahih hasan.)
Karena itu, hendaknya setiap muslim memperbanyak, dzikir, do'a dan
istighfar di setiap waktu, terutama pada bulan Ramadhan, ketika sedang
berpuasa, berbuka dan ketika sahur, di saat turunnya Tuhan di akhir
malam. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tuhan kami Yang Mahasuci dan Maha tinggi turun pada setiap malam ke
langit dunia, (yaitu) ketika masih berlangsung sepertiga malam yang
akhir seraya berfirman "Barangsiapa berdo'a kepada-Ku, niscaya Aku
kabulkan untuknya, barangsiapa memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya
dan barangsiapa memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya. "
(HR.Muslim).
Di antara sebab-sebab ampunan yaitu istighfar (permohonan ampun) para
malaikat untuk orang-orang berpuasa, sampai mereka berbuka. Demikian
seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di muka, yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad.
Jika sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan demikian banyak, maka
orang yang tidak mendapatkan ampunan di dalamnya adalah orang yang
memiliki seburuk-buruk nasib. Kapan lagi ia mendapatkan ampunan jika ia
tidak diampuni pada bulan ini? Kapan dikabulkannya (permohonan) orang
yang ditolak pada saat Lailatul Qadar? Kapan baiknya orang yang tidak
menjadi baik pada bulan Ramadhan ?
Dahulu, ketika datang bulan Ramadhan, umat Islam senantiasa berdo'a :
"Ya Allah, bulan Ramadhan telah menaungi kami dan telah hadir maka
serahkanlah ia kepada kami dan serahkanlah kami kepadanya Karuniailah
kami kemampuan untuk berpuasa dan shalat di dalamnya, karuniailah kami
di dalamnya kesungguhan, semangat, kekuatan dan sikap rajin. Lain
lindungilah kami didalamnya dari berbagal fitnah '
Mereka berdo'.kepada Allah selama enam bulan agar bisa mendapatkan
Ramadhan, dan selama enam bulan (berikutnya) mereka berdo'a agar
puasanya diterima. Di antara, do'a mereka itu adalah :
"Ya Allah serahkanlah aku kepada Ramadhan, dan serahkan Ramadhan
kepadaku, dan Engkau menerimanya daripadaku dengan rela." (Lihat
Lathaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203.)
ADAB PUASA
Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu-, bahwasanya puasa tidak sempurna kecuali dengan merealisasikan enam perkara:
∑ Menundukkan pandangan serta menahannya dari pandangan-pandangan liar yang tercela dan dibenci.
∑ Menjaga lisan dari berbicara tak karuan, menggunjing, mengadu domba dan dusta.
∑ Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram atau yang tercela.
∑ Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.
∑ Hendaknya tidak memperbanyak makan.
∑ Setelah berbuka, hendaknya hatinya antara takut dan harap. Sebab ia
tidak tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk orang-orang
yang dekat kepada Allah, ataukah ditolak, sehingga ia termasuk
orang-orang yang dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada
setiap selesai melakukan ibadah. (Lihat Mau'idzatul Mukminiin min
Ihyaa'i Uluumid Diin, hlm. 59-60.)
Ya Allah, jadikanlah kami dan segenap umat Islam termasuk orang yang
puasa pada bulan ini, yang pahalanya sempurna, yang mendapatkan Lailatul
Qadar, dan beruntung menerima hadiah dari Tuhan; wahai Dzat Yang Hidup
Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang
Memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga shalawat dan salam senantiasa
dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya.
TENTANG SEPULUH HARI AKHIR DI BULAN RAMADHAN
Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata :
"Bila masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari
menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya .
" Demikian menurut lafazh Al-Bukhari.
Adapun lafazh Muslim berbunyi :
"Menghidupkan malam(nya), membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya.
Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersungguh-sungguh dalam
sepuluh (hari) akhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan
pada bulan lainnya. "
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengkhususkan sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang tidak beliau lakukan
pada bulan-bulan yang lain, di antaranya:
∑ Menghidupkan malam: Ini mengandung kemungkinan bahwa beliau
menghidupkan seluruh malamnya, dan kemungkinan pula beliau menghidupkan
sebagian besar daripadanya. Dalam Shahih Muslim dari Aisyah radhiallahu
'anha, ia berkata:
"Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam shalat malam hingga pagi. "
Diriwayatkan dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali :
"Barangsiapa mendapati Ramadhan dalam keadaan sehat dan sebagai orang
muslim, lalu puasa pada siang harinya dan melakukan shalat pada
sebagian malamnya, juga menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan,
lisan dan tangannya, serta menjaga shalatnya secara berjamaah dan
bersegera berangkat untuk shalat Jum'at; sungguh ia telah puasa sebulan
(penuh), menerima pahala yang sempurna, mendapatkan Lailatul Qadar serta
beruntung dengan hadiah dari Tuhan Yang Mahasuci dan Maha tinggi. " Abu
Ja 'far berkata: Hadiah yang tidak serupa dengan hadiah-hadiah para
penguasa. (HR. Ibnu Abid-Dunya).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya
untuk shalat pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada
malam-malam yang lain tidak.
Dalam hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhu disebutkan:
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam melakukan shalat
bersama mereka (para sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh
lima (25), dan dua puluh tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau
mengajak (shalat) keluarga dan isteri-isterinya pada malam dua puluh
tujuh (27) saja. "
Ini menunjukkan bahwa beliau sangat menekankan dalam membangunkan
mereka pada malam-malam yang diharapkan turun Lailatul Qadar di
dalamnya.
At-Thabarani meriwayatkan dari Ali radhiallahu 'anhu :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan
keluarganya pada sepuluh akhir dari bulan Ramadhan, dan setiap anak
kecil maupun orang tua yang mampu melakukan shalat. "
Dan dalam hadits shahih diriwayatkan :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengetuk (pintu)
Fathimah dan Ali radhiallahu 'anhuma pada suatu malam seraya berkata:
Tidakkah kalian bangun lalu mendirikan shalat ?" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau juga membangunkan Aisyah radhiallahu 'anha pada malam hari,
bila telah selesai dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat) witir.
Dan diriwayatkan adanya targhib (dorongan) agar salah seorang
suami-isteri membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta
memercikkan air di wajahnya bila tidak bangun). (Hadits riwayat Abu Daud
dan lainnya, dengan sanad shahih.)
Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan dengan sanad shahih, bahwasanya
Umar radhiallahu 'anhu melakukan shalat malam seperti yang dikehendaki
Allah, sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia membangunkan
keluarganya untuk shalat dan mengatakan kepada mereka: "Shalat! shalat!"
Kemudian membaca ayat ini :
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. " (Thaha: 132).
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya.
Maksudnya beliau menjauhkan diri dari menggauli isteri-isterinya.
Diriwayatkan bahwasanya beliau tidak kembali ke tempat tidurnya sehingga
bulan Ramadhan berlalu.
Dalam hadits Anas radhiallahu 'anhu disebutkan :
"Dan beliau melipat tempat tidurnya dan menjauhi isteri-isterinya (tidak menggauli mereka).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf pada malam sepuluh
terakhir bulan Ramadhan. Orang yang beri'tikaf tidak diperkenankan
mendekati (menggauli) isterinya berdasarkan dalil dari nash serta ijma'.
Dan "mengencangkan kain" ditafsirkan dengan bersungguh-sungguh dalam
beribadah.
∑ Mengakhirkan berbuka hingga waktu sahur.
Diriwayatkan dari Aisyah dan Anas uadhiallahu 'anhuma, bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada malam-malam sepuluh (akhir
bulan Ramadhan) menjadikan makan malam (berbuka)nya pada waktu
sahur.Dalam hadits marfu' dari Abu Sa'id radhiallahu 'anhu, ia berkata :
"Janganlah kalian menyambung (puasa). Jika salah seorang dari kamu
ingin menyambung (puasanya) maka hendaknya ia menyambung hingga waktu
sahur (saja). " Mereka bertanya: "Sesungguhnya engkau menyambungnya
wahai Rasulullah ? "Beliau menjawab: "Sesungguhnya aku tidak seperti
kalian. Sesungguhnya pada malam hari ada yang memberiku makan dan minum.
"(HR. Al-Bukhari)
Ini menunjukkan apa yang dibukakan Allah atas beliau dalam puasanya
dan kesendiriannya dengan Tuhannya, oleh sebab munajat dan dzikirnya
yang lahir dari kelembutan dan kesucian beliau. Karena itulah sehingga
hatinya dipenuhi Al-Ma'ariful Ilahiyah (pengetahuan tentang Tuhan) dan
Al-Minnatur Rabbaniyah (anugerah dari Tuhan) sehingga mengenyangkannya
dan tak lagi memerlukan makan dan minum.
∑ Mandi antara Maghrib dan Isya'.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika bulan Ramadhan (seperti
biasa) tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh hari terakhir
beliau mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli)
isteri-isterinya, serta mandi antara Maghrib dan Isya."
Ibnu Jarir rahimahullah berkata, mereka menyukai mandi pada setiap
malam dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara mereka ada yang
mandi dan menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan
turun Lailatul Qadar.
Karena itu, dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan di dalamnya
turun Lailatul Qadar untuk membersihkan diri, menggunakan wewangian dan
berhias dengan mandi (sebelumnya), dan berpakaian bagus, seperti
dianjurkannya hal tersebut pada waktu shalat Jum'at dan hari-hari raya.
Dan tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa dibarengi dengan
berhias secara batin. Yakni dengan kembali (kepada Allah), taubat dan
mensucikan diri dari dosa-dosa. Sungguh, berhias secara lahir sama
sekali tidak berguna, jika ternyata batinnya rusak.
Allah tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu, tetapi Dia melihat
kepada hati dan amalmu. Karena itu, barangsiapa menghadap kepada Allah,
hendaknya ia berhias secara lahiriah dengan pakaian, sedang batinnya
dengan taqwa. Allah Ta'ala berfirman :
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian
taqwa itulah yang paling baik. " (Al-A'raaf: 26).
∑ I'tikaf. Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa beri'tikaf
pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, sehingga Allah mewafatkan
beliau. "
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan i'tikaf pada sepuluh hari
terakhir yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar untuk menghentikan
berbagai kesibukannya, mengosongkan pikirannya dan untuk mengasingkan
diri demi bermunajat kepada Tuhannya, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya.
Adapun makna dan hakikat i'tikaf adalah:
Memutuskan hubungan dengan segenap makhluk untuk menyambung
penghambaan kepada AI-Khaliq. Mengasingkan diri yang disyari'atkan
kepada umat ini yaitu dengan i'tikaf di dalam masjid-masjid, khususnya
pada bulan Ramadhan, dan lebih khusus lagi pada sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan. Sebagaimana yang telah dilakukan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam.
Orang yang beri'tikaf telah mengikat dirinya untuk taat kepada Allah,
berdzikir dan berdo'a kepada-Nya, serta memutuskan dirinya dari segala
hal yang menyibukkan diri dari pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan hatinya
kepada Tuhannya, dan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada-Nya.
Ia tidak memiliki keinginanlain kecuali Allah dan ridha-Nya. Sembga
Alllah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kita. (Lihat kitab
Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203)
'UMRAH DI BULAN RAMADHAN
Umrah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang amat besar, bahkan sama
dengan pahala haji. Dalam Shahih nya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan,
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji, atau beliau bersabda, haji bersamaku. "
Tetapi wajib diketahui, meskipun umrah di bulan Ramadhan berpahala
menyamai haji, tetapi ia tidak bisa menggugurkan kewajiban haji bagi
orang yang wajib melakukannya.
Demikian pula halnya shalat di Masjidil Haram Makkah dan di Masjid
Nabawi Madinah pahalanya dilipatgandakan, sebagaimana disebutkan dalam
hadits shahih :
"Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu (kali) shalat di masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram. "
Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya ia lebih utama. " (HR, Al- Bukhari, Muslim dan lainnya)
LAILATUL QADAR
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) saat Lailatul
Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?
Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk
mengatur segala uuusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit
fajar. "(Al-Qadr: 1-5),
Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an pada malam
Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah Ta'ala
berfirman :
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi."(Ad-Dukhaan: 3)
Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta 'ala :
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. "(Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata :
"Allah menurunkan Al-Qur'anul Karim keseluruhannya secara sekaligus
dari Lauh Mahfudh ke Baitul'Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul
Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa
selama 23 tahun."
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya dan
keutamaannya di sisi Allah Ta 'ala. Juga, karena pada saat itu
ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana
firman Allah :
"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. " (Ad-Dukhaan: 4).
Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur'anul Karim:
"Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?" ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/429.)
Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar dengan firman-Nya:
"Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan. "
Maksudnya, beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat, membaca,
dzikir dan do'a sama dengan beribadah selama seribu bulan, pada
bulan-bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qadar. Dan seribu bulan
sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga berkahnya yang
melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu, termasuk
Jibril 'alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara,
kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah.
Mereka turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan
keutamaan malam tersebut dengan firman-Nya :
"Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar" (Al-Qadar: 5)
Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan
seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai terbit
fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk malaikat Jibril-
mengucapkan salam kepada orang-orang beriman.
Dalam hadits shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam tersebut. Beliau
bersabda :
"Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena
iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan. " (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh satu,
dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua puluh
sembilan.
Adapun qiyamul lail di dalamnya yaitu menghidupkan malam tersebut
dengan tahajud, shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a,
istighfar dan taubat kepada Allah Ta 'ala.
Aisyah radhiallahu 'anha berkata, aku bertanya:
"Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui lailatul Qadar,
apa yang harus aku ucapkan di dalamnya?" Beliau menjawab, katakanlah :
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau mencintai
Pengampunan maka ampunilah aku. " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits
hasan shahih).
Pelajaran dari surat Al-Qadr :
Keutamaan Al-Qur'anul Karim serta ketinggian nilainya, dan bahwa ia diturunkan pada saat Lailatul Qadar.
Keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar, dan bahwa ia menyamai seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya.
Anjuran untuk mengisi kesempatan-kesempatan baik seperti malam yang mulia ini dengan berbagai amal shalih.
Jika Anda telah mengetahui keutamaan-keutamaan malam yang agung ini,
dan ia terbatas pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan maka
seyogyanya Anda bersemangat dan bersungguh-sungguh pada setiap malam
dari malam-malam tersebut, dengan shalat, dzikir, do'a, taubat dan
istighfar. Mudah-mudahan dengan demikian Anda mendapatkan Lailatul
Qadar, sehingga Anda berbahagia dengan kebahagiaan yang kekal yang tiada
penderitaan lagi setelahnya Di malam-malam tersebut, hendaknya Anda
berdo'a dengan do'a-do'a bagi kebaikan dunia-akhirat, di antaranya :
"Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang merupakan penjaga
urusanku, dan perbaikilah untukku duniaku yang di dalamnya adalah
kehidupanku, dan perbaikilah untukku akhiratku yang kepadanya aku
kembali, dan jadikanlah kehidupan (ini) menambah untukku dalam setiap
kebaikan, dan kematian menghentikanku dari setiap kejahatan. Ya Allah
bebaskanlah aku dari (siksa) api Neraka, dan lapangkanlah untukku ritki
yang halal, dan palingkanlah daripadaku kefasikan jin dan manusia, wahai
Dzat Yang Hidup dan terus menerus mengurus (makhluk-Nya)"
"Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari siksa Neraka. Wahai Dzat Yang
Hidup lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang
Memiliki Keagungan dan Kemulyaan. "
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon hal-hal yang menyebabkan
(turunnya) rahmat-Mu, ketetapan ampunan-Mu, keteguhan dalam kebenaran
dan mendapatkan segala kebaiikan, selamat dari segala dosa, kemenangan
dengan (mendapat) Surga serta selamat dari Neraka. Wahai Dzat Yang Maha
Hidup dan terus menerus mengurusi makhluk-Nya, Wahai Dzat yang memiliki
Keagungan dan Kemuliaan. "
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu pintu-pintu kebajikan, kesudahan
(hidup) dengannya serta segala yang menghimpunnya, secara lahir-batin,
di awal maupun di akhirnya, secara terang- terangan maupun rahasia.
YaAllah, kasihilah keterasinganku di dunia dan kasihilah kengerianku di
dalam kubur serta kasihilah berdiriku di hadapanmu kelak di akhirat.
Wahai Dzat Yang Mahahidup, yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. "
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan,
'afaaf (pemeliharaan dari segala yang tidak baik) serta kecukupan. "
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, mencintai pengampunan maka ampunilah aku. "
"Ya Allah, aku mengharap rahmat-Mu maka janganlah Engkau pikulkan
(bebanku) kepada diriku sendiri meski hanya sekejap mata, dan
perbaikilah keadaanku seluruhnya, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Engkau. "
"Ya Allah, jadikanlah kebaikan sebagai akhir dari semua urusan kami,
dan selamatkanlah kami dari kehinaan dunia dan siksa akhirat. "
"Ya Tuhan kami, terimalah (permohonan) kami, sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Hidup, yang
memiliki keagungan dan kemuliaan."
"Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya. "
TAUBAT DAN ISTIGHFAR
A. Ayat-ayat tentang taubat :
Allah Ta'ala berfirman :
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. " (Az-Zumar: 53),
"Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya
sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "(An-Nisa': 110).
"Dan Dia-lah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan. "(AsySyuura:
25).
"Orang-orang yang mengevjakan kejahatan kemudian bertaubat sesudah
itu dan beriman, sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai
dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang "(Al-A'raaf:
153),
"Dan bertaubatlah Kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. "(An- Nuur: 31).
"Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Al-lah dan memohon ampun
kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (A1-Maa'idah:
74).
"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang?" (At- Taubah: 104).
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah
dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhanmu akan
menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kama ke dalam Surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai. (At-Tahriim:8).
"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat,
beriman, beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. (Thaaha:
82).
'Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa
selain daripada Allah?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui. Mereka itu Balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan
Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di
dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang-orangyang beramal. "(Ali
Imraan: 135-136).
Firman Allah Ta 'ala:'Mereka ingatAllah, maksudnya mereka ingat
keagungan Allah, ingat akan perintah dan larangan-Nya, janji dan
ancaman-Nya, pahala dan siksa-Nya sehingga mereka segera memohon ampun
kepada Allah dan mereka mengetahui bahwasanya tidak ada yang dapat
mengampuni dosa-dosa selain daripada Allah.
Dan firman Allah Ta'ala:"Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji
itu." Yakni mereka tidak tetap melakukannya padahal mereka mengetahui
hal itu dilarang dan bahwa ampunan Allah bagi orang yang bertaubat
daripadanya.
Dalam hadits disebutkan :
"Tidaklah (dianggap) melanjutkan (perbuatan keji) orang yang memohon
ampun, meskipun dalam sehari ia ulangi sebanyak 70 kali. " (HR. Abu
Ya'la Al-Maushuli, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Al-Bazzaar dalam Musnadnya,
Ibnu Katsiir mengatakan, ia hadits hasan; TafsiY Ibnu Katsir, 1/408).
B. Hadits-hadits tentang taubat :
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan memohonlah
ampun kepada-Nya. Sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari sebanyak 100
kali " (HR. Muslim).
Demikianlah keadaan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam, padahal
beliau telah diampuni dosa-dosanya, baik yang lain maupun yang akan
datang. Tetapi Rasul shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba yang
pandai bersyukur, pendidik yang bijaksana, pengasih dan penyayang.
Semoga shalawat dan salam yang sempurna dilimpahkan Allah kepada beliau.
Abu Musa radhiallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Sesungguhnya Allah membentangkan Tangan-Nya pada malam hari agar
beutaubat orang yang berbuat jahat di siang hari dan Dia membentangkan
Tangan-Nya pada siang hari agar bertaubat orang yang berbuat jahat di
malam hari, sehingga matahari terbit dari Barat (Kiamat). "(HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalkam bersabda:
"Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, niscaya Allah menerima taubatnya. " (HR.Muslim)
Sebab jika matahari telah terbit dari Barat maka pintu taubat serta merta ditutup.
Demikian pula tidak ada gunanya taubat seseorang ketika dia hendak meninggal dunia. Allah berfirman :
"Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang
mengeriakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajar kepada seseorang
di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: 'Sesungguhnya aku bertaubat
sekarang .' (An- Nisaa': 18)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama (nyawanya)
belum sampai di kerongkongan. " (HR· At-Tirmidzi, dan ia
menghasan-kannya).
Karena itu setiap muslim wajib bertaubat kepada Allah dari segala
dosa dan maksiat di setiap waktu dan kesempatan sebelum ajal mendadak
menjemputnya sehingga ia tak lagi memiliki kesempatan, lalu baru
menyesal, meratapi atas kelengahannya. Dan sungguh, tak seorang pun
meninggal kecuali ia menyesal. Jika dia orang baik, maka ia menyesal
mengapa dia tidak memperbanyak kebaikannya, dan jika ia orang jahat maka
ia menyesal mengapa ia tidak bertaubat, memohon ampun dan kembali
kepada Allah.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa senantiasa beristighfar, niscaya Allah menjadikan untuk
setiap kesedihannya kelapangan dan untuk setiap kesempitannya jalan
keluar, dan akan diberi-Nya rezki dari arah yang tiada disangka-sangka. "
(HR. Abu Daud) (Lihat kitab Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm.
172-178 )
Imam Al-Auza'i ditanya: "Bagaimana cara beristighfar? Beliau
menjawab: "Hendaknya mengatakan : "Astaghfirullah, astaghfirullah. "
Artinya, aku memohon ampunan kepada Allah.
Anas radhiallahu 'anhu meriwayatkan, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah berfirman :
"Allah Ta'ala berfirman:"Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau
memohon dan mengharap kepadaKu, niscaya Aku ampuni dosa-dosamu yang lalu
dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu sampai ke
awan langit, kemudian engkau memohon ampun kepadaku, niscaya Aku
mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika
engkau datang kepadaku dengan dosa-dosa sepenuh bumi dan kamu menemuiKu
dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku
datangkan untukmu ampunan sepenuh bumi (pula). " (HR. At-Tirmidzi, ia
berkata hadits ini hasan),
Dalam hadits di atas disebutkan tiga sebab mendapatkan ampunan :
∑ Berdo'a dengan penuh harap.
∑ Beristighfar, yaitumemohon ampu"an kepadaAllah.
∑ Merealisasikan tauhid, dan memurnikannya dari berbagai bentuk
syirik, bid'ah dan kemaksiatan. Hadits di atas juga menunjukkan luasnya
rahmat Allah, ampunan, kebaikan dan anugerah-Nya yang banyak.
SYARAT-SYARAT TAUBAT
Taubat dari segala dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat itu
terjadi antara hamba dengan Allah, tidak berkaitan dengan hak manusia
maka ada tiga syarat taubat :
∑ Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut.
∑ Menyesali perbuatannya.
∑ Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya.
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah.
Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka taubat itu
diterima dengan empat syarat. Yakni ketiga syarat di muka, dan yang
keempat hendaknya ia menyelesaikan hak yang bersangkutan.
* Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya.
* Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya
had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya.
* Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus memohon maaf.
Ia wajib meminta ampun kepada Allah dari segala dosa. Jika ia
bertaubat dari sebagian dosa, maka taubat itu diterima di sisi Allah,
dan dosa-dosanya yang lain masih tetap ada. Banyak sekali dalil-dalil
dari Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma' yang menunjukkan wajibnya melakukan
taubat. Dalil-dalil yang dimaksud telah kita uraikan di muka. Allah
menyeru kita untuk bertaubat dan ber-istighfar, Ia menjanjikan untuk
mengampuni dan menerima taubat kita, merahmati kita manakala kita
bertaubat kepada-Nya serta mengampuni dosa-dosa kita, dan sungguh Allah
tidak mengingkari janji-Nya.
Ya Allah, terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Amin.
BERPISAH DENGAN RAMADHAN
Disebutkan dalam Shahihain sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala
dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan disebutkan: "Dan (dosanya) yang Kemudian. "
"Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman
dan mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu, dan barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan
karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya,
baik yang telah lalu maupun yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya
(ketentuan -ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga,
maka dihapus dosanya yang telah lalu. "
Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu yang harus dijaga
seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala yang
haram. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut hanya
berlaku pada dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits riwayat Muslim,
bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda:
"Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan
Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi
di antara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "
Hadits ini memiliki dua konotasi :
* Pertama : Bahwasanya penghapusan dosa itu terjadi dengan syarat
menghindari dan menjauhi dosa-dosa besar.
* Kedua : Hal itu dimaksudkan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut hanya
menghapus dosa-dosa kecil. Sedangkan jumhur ulama berpendapat, bahwa hal
itu harus disertai dengan taubat nashuha (taubat yang
semurni-murninya).
Hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa tiga faktor ini yakni
puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat pada malam Lailatul
Qadar, masing-masing dapat menghapus dosa yang telah lampau, dengan
syarat meninggalkan segala bentuk dosa besar.
Dosa besar adalah sesuatu yang mengandung hukuman tertentu di dunia
atau ancaman keras di akhirat; seperti zina, mencuri, minum arak,
melakukan praktek riba, durhaka terhadap orang tua, memutuskan tali
keluarga dan memakan harta anak yatim secara zhalim dan semena-mena.
Dalam firman-Nya, Allah Ta 'ala menjamin orang-orang yang menjauhi dosa besar akan diampuni semua dosa kecil mereka:
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu
dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu
(dosa-dosa kecilmu) dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia (Surga).
"(An-Nisaa': 31).
Barangsiapa melaksanakan puasa dan amal kebajikan lainnya secara
sempurna, maka ia termasuk hamba pilihan. Barangsiapa yang curang dalam
pelaksanaannya, maka Neraka Wail pantas untuknya. Jika Neraka Wail
diperuntukkan bagi orang yang mengurangi takaran di dunia, bagaimana
halnya dengan mengurangi takaran agama.
Ketahuilah bahwa para salafus shalih sangat bersungguh-sungguh dalam
mengoptimalkan semua pekerjaannya, lantas memperhatikan dan mementingkan
diterimanya amal tersebut dan sangat khawatir jika ditolak. Mereka
itulah orang-orang yang diganjar sesuai dengan perbuatan mereka
sedangkan hatinya selalu gemetar (karena takut siksa Tuhannya).
Mereka lebih mementingkan aspek diterimanya amal daripada bentuk amal itu sendiri, mengenai hal ini Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa. " (Al-Maa'idah:27).
Oleh karena itu mereka berdo'a (memohon kepada Allah) selama 6 (enam)
bulan agar dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan, kemudian berdo'a
lagi selama 6 (enam) bulan berikutnya agar semua amalnya diterima.
Banyak sekali sebat-sebab didapatnya ampunan di bulan Ramadhan oleh
karena itu barangsiapa yang tidak mendapatkan ampunan tersebut, maka
sangatlah merugi. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jibril mendatangiku seraya berkata; 'Barangsiapa yang mendapati
bulan Ramadhan, lantas tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati, maka ia
masuk Neraka serta dijauhkan Allah (dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata
lagi;'Ucapkan amin' maka kuucapkan, 'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu
Khuzaimah)
Ketahuilah saudaraku, bahwasanya puasa di bulan Ramadhan,
melaksanakan shalat di malam harinya dan pada malam Lailatul Qadar,
bersedekah, membaca Al-Qur'an, banyak berdzikir dan berdo'a serta mohon
ampunan dalam bulan mulia ini merupakan sebab diberikannya ampunan, jika
tidak ada sesuatu yang menjadi penghalang, seperti meninggalkan
kewajiban ataupun melanggar sesuatu yang diharamkan. Apabila seorang
muslim melakukan berbagai faktor yang membuatnya mendapat ampunan dan
tiada sesuatu pun yang menjadi penghalang baginya, maka optimislah untuk
mendapatkan ampunan. Allah Ta 'ala berfirman :
" Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat,
beriman dan beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. " (Thaaha
: 82).
Yakni terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab didapatnya ampunan
hingga dia mati. Yaitu keimanan yang benar, amal shalih yang dilakukan
semata-mata karena Allah, sesuai dengan tuntunan As-Sunnah dan
senantiasa dalam keadaan demikian hingga mati. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal)." (AI-Hijr: 99).
Di sini Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi amalan seorang mukmin selain kematian.
Jika keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka itu tergantung
kepada puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya, maka di kala
hari raya tiba, Allah memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan
bersyukur atas segala nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka,
seperti kemudahan dalam pelaksanaan ibadah puasa, shalat di malam
larinya, pertolongan-Nya terhadap mereka dalam nelaksanakan puasa
tersebut, ampunan atas segala dosa dan pembebasan dari api Neraka. Maka
sudah selayaknya bagi mereka untuk memperbanyak dzikir, takbir dan
bersyukur kepada Tuhannya serta selalu , bertaqwa kepada-Nya dengan
sebenar-benar ; ketaqwaan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan hendaklah kama mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu
bersyukur. "(Al-Baqarah: 185).
Wahai para pendosa –demikian halnya kita semua, janganlah kamu
berputus asa dari rahmat Allah, karena perbuatan-perbuatan jelekmu.
Alangkah banyak orang sepertimu yangdibebaskan dari Neraka dalam bulan
ini, berprasangka baiklah terhadap Tuhanmu dan bertaubatlah atas segala
dosamu, karena sesungguhnya Allah tidak akan membinasakan seseorang pun
melainkan karena ia membinasakan dirinya sendiri. Allah Ta 'ala
berfirman:
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kama berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah
Yang Maha Pengampun lagri Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53).
Sebaiknya puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar (permohonan
ampun), karena istighfar merupakan penutup segala amal kebajikan;
seperti shalat, haji dan shalat malam. Demikian pula dengan
majlis-majlis, sebaiknya ditutup dengannya. Jika majlis tersebut
merupakan tempat berdzikir maka istighfar adalah pengukuh baginya, namun
jika majlis tersebut tempat permainan maka istighfar berfungsi sebagai
pelebur dan penghapus dosa. (Lihat kitab Lathaaiful-Ma'aarif; oleh Ibnu
Rajab, hlm. 220-228)
PERINGATAN
Sebagian orang apabila datang bulan Ramadhan, mereka bertaubat,
mendirikan shalat dan melaksanakan badah puasa. Namun jika Ramadhan
lewat mereka kembali meninggalkan shalat dan melakukan perbuatan
maksiat. Mereka inilah seburuk-buruk manusia, karena mereka tidak
mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu
bahwa pemilik bulan-bulan itu adalah Satu, berbagai bentuk kemaksiatan
adalah haram di setiap waktu dan Allah Maha Mengetahui setiap
gerak-gerik mereka di mana saja dan kapan saja. Maka sebaiknya mereka
cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni dengan meninggalkan berbagai bentuk
kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk tidak mengulanginya di
masa mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan diampuni segala
dosanya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orangyang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nuur: 31).
Dan dalam ayat yang lain Allah Ta 'ala berfirman :
" Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan
taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai " (At-Tahrim:8).
Barangsiapa mohon ampunan kepada Allah dengan lisannya, namun hatinya
tetap terpaut dengan kemaksiatan dan bertekad untuk kembali
melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia benar-benar melaksanakan niatnya
tersebut, maka puasanya tertolak dan tidak diterima.
Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, Dzat yang
tiada Tuhan yang haq kecuali Dia, Yang Maha hidup dan Berdiri Sendiri.
Tuhanku, ampunilah dosaku dan terimalah taubatku karena sesungguhnya
hanya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang. Ya Allah
aku telah berbuat banyak kezhaliman terhadap diriku sendiri dan tiada
yang dapat mengampuni dosa melainkan Engkau, maka ampunilah aku dengan
ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha
Pengampun dan Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam selalu
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabat
beliau.
CATATAN PENTING
- Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang membuat berbagai
variasi pada menu makanan dan minuman mereka. Walaupun hal itu
diperbolehkan, tetapi tidak dibenarkan israf (erlebih-lebihan) dan
melampaui batas. Justeru seharusnya adalah menyederhanakan makanan dan
minuman. Allah Ta 'ala berfirman :
"Makan dan minumlah dan janganlah kalian berbuat israf
(berlebih-lebihan), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat israf. " (Al-A'raaf: 31),
Ayat ini termasuk pangkal ilmu kedokteran. Sebagian salaf
berkomentar: "Allah mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran hanya
dalam setengah ayat," lantas membacakan ayat ini. (Lihat Tafsir Ibnu
Katsir 2/210.)
Ayat ini menganjurkan makan dan minum yang merupakan penopang utama
bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian melarang berlebih-lebihan
dalam hal tersebut karena dapat membahayakan tubuh. Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa disertai
dengan berlebih-lebihan dan kesombongan. " (HR. Abu Daud dan Ahmad,
Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi wasallam bersabda lagi :
'Tiada tempat yang lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam daripada
perutnya, cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat menopang tulang
punggungnya (penyambung hidupnya) jika hal itu tidak bisa dihindari maka
masing-masing sepertiga bagian untuk makanannya, minumnya dan nafasnya.
" (HR. Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau
berkomentar: Hadits ini Hasan, dan hadits ini merupakan dasar utama bagi
semua dasar ilmu kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 452.)
Malik bin Dinar radhiallahu'anhu berkata: "Tidak pantas bagi seorang
mukmin menjadikan perutnya sebagai tujuan utama, dan nafsu syahwat
mengendalikan dirinya."
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: "Jika Anda menghendaki badan sehat dan tidur sedikit, maka makanlah sedikit saja."
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh, di antara yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian
adalah nafsu yang menyesatkan dalam perut dan kemaluanmu serta hal-hal
yang dapat menyesatkan hawa nafsu. " (HR.Ahmad).
Ketahuilah, bahwa dampak teringan akibat berlebih-lebihan dalam makan
dan minum adalah banyak tidur dan malas melaksanakan shalat tarawih
serta membaca Al-Qur'an, baik di waktu malam atau di siang hari.
Barangsiapa yang banyak makan dan minumnya, maka akan banyak tidurnya
sehingga tidak sedikit kerugian yang menimpanya.
Karena ia telah menyia-nyiakan detik-detik Ramadhan yang mulia dan
sangat berharga yang tidak dapat digantikan dengan waktu lain serta
tidak ada yang menyamainya. Ketahuilah bahwa waktumu terbatas dan detak
nafasmu terkalkulasi rapi, sedangkan dirimu nanti akan dimintai
pertanggungjawaban atas waktumu, dan kamu akan diganjar atas perbuatan
yang kamu lakukan di dalamnya. Maka janganlah sekali-kali kamu
menyia-nyiakannya tanpa amal perbuatan dan jangan kamu biarkan umurmu
pergi percuma, terutama pada bulan dan musim yang mulia dan agung ini.
- Jika diperhatikan, banyak manusia yang menghabiskan siang hari di
bulan Ramadhan hanya untuk tidur mendengkur, sementara malamnya mereka
habiskan untuk mengobrol dan bermain-main, sehingga mereka tidak
merasakan puasa sedikit pun bahkan tidak sedikit yang meninggalkan
shalat berjamaah -semoga Allah menunjukinya. Hal ini mengandung bahaya
dan kerugian yang sangat besar bagi mereka, karena Ramadhan adalah musim
segala ibadah seperti melaksanakan shalat, puasa, membaca Al-Qur'an,
dzikir, berdo'a dan mohon ampunan.
Ramadhan merupakan bilangan hari, yang berlalu dengan cepat dan
menjadi saksi ketaatan bagi orang-orang yang taat, sekaligus sebagai
saksi bagi para tukang maksiat atas semua perbuatan maksiatnya.
Seyogyanya setiap muslim selalu memanfaatkan waktunya dalam hal-hal
yang berguna, janganlah memperbanyak makan di malam hari dan tidur di
slang hari, jangan pula menyia-nyiakan sedikit pun waktunya tanpa
berbuat amal shalih atau mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri rahimahullah, bahwasanya ia
berkata: "Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan bulan Ramadhan sebagai
saat untuk berlomba-lomba dalam amal kebajikan dan bersaing dalam
melakukan amal shalih. Maka satu kaum mendahului lainnya dan mereka
menang, sedangkan yang lain terlambat dan mereka pun kecewa."
Ketahuilah bahwa siang dan malam hari itu merupakan gudang bagi
manusia yang sarat dengan simpanan amal baik atau buruknya. Kelak pada
hari Kiamat akan dibuka gudang ini untuk (diperlihatkan dan diserahkan
kepada) pemiliknya. Orang-orang yang bertakwa akan mendapati simpanan
mereka berupa penghargaan dan kemuliaan, sedangkan orang-orang pendosa
yang menyia-nyiakan waktunya akan mendapatkan kerugian dan penyesalan.
- Sebagian orang malah begadang sepanjang malam, yang hal tersebut
hanya membawa dampak negatif, baik berupa obrolan kosong, permainan yang
tidak ada manfaatnya ataupun keluyuran di jalanan.
Mereka makan sahur di pertengahan malam dan tertidur sehingga tidak
melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Dalam hal inl banyak hal-hal yang
dilarang, di antaranya adalah:
a. Begadang tanpa manfaat, padahal Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
sangat membenci tidur sebelum shalat Isya' dan berbicara sesudahnya,
kecuali dalam hal-hal yang baik, sebagaimana disebutkan dalam hadits
riwayat Ibnu Mas'ud :
"Tidak diperkenankan bercakap-cakap di malam hari kecuali bagi orang
yang sedang mengerjakan shalat atau sedang bepergian. " (HR. Ahmad,
As-Suyuti menandainya sebagai hadits hasan).
b. Tersia-siakannya waktu yang amat mahal di bulan Ramadhan dengan
percuma, padahal manusia akan merugi sekali dari setiap waktunya yang
berlalu tanpa diisi dengan dzikir sedikit pun kepada Allah.
c. Mendahulukan sahur sebelum saat yang dianjurkan dan disunnahkan yakni di akhir malam sebelum fajar.
d. Dan musibah terbesar adalah ia tertidur hingga meninggalkan shalat
Shubuh tepat pada waktunya dengan berjamaah, padahal pahalanya
sebanding dengan melaksanakan shalat separuh malam bahkan semalam
suntuk, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Utsman radhiallahu
'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa mendirikan shalat Isya' dengan berjamaah; maka ia
bagaikan melaksanakan shalat separuh malam; dan barangsiapa shalat
shubuh berjamaah maka ia bagaikan shalat semalam suntuk. " (HR. Muslim).
Oleh karena itu, mereka yang selalu mengakhirkan shalat dan
bermalas-malasan dalam melaksanakannya serta menghalangi dirinya sendiri
dari keutamaan dan pahala shalat berjamaah yang agung berarti memiliki
sifat-sifat orang munafik.
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan
membalas tipuan mereka; Dan apabila mereka mendirikan shalat mereka
mendirikannya dengan malas." ( An-Nisaa': 142).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya shalat yang terberat bagi orang-orang munafik adalah
shalat Isya' dan Shubuh, jika mereka mengetahui pahalanya, niscaya
mereka mendatanginya kendatipun dengan merangkak." (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).
Maka sudah selayaknya -terutama di bulan Ramadhan- setiap muslim
segera tidur setelah melaksanakan shalat tarawih, dan secepatnya bangun
di akhir malam, kemudian shalat malam dan menyibukkan diri dengan
dzikir, do'a, istighfar dan taubat sebelum dan seusai sahur hingga
shalat fajar.
Tetapi lebih utama lagi jika ia habiskan malam harinya dengan membaca
dan mempelajari Al-Qur'an, sebagaimana yang telah dilakukan Nabi
shallallahu a'alaihi wasallam bersama Jibril 'alaihis salam.
Allah Ta'ala memuji dan menyanjung orang-orang yang memohon ampunan di akhir malam, sebagaimana dalam firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali ridur di malam hari, dan di akhir-akhir malam
mereka memohon ampunan kepada Allah). " (Adz-Dzaariyaat:17-l8).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah Ta'ala turun ke langit dunia setiap malam sewaktu malam
tinggal sepertiga bagian akhir, lantas berfirman, 'Barangsiapa berdo'a
akan Aku kabulkan. Barangsiapa yang memohon pasti Aku perkenankan.
Barangsiapa minta ampun niscaya Aku mengampuninya, hingga terbit fajar. "
(HR. Muslim)
Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim yang selalu berharap rahmat
Tuhannya dan takut terhadap siksaNya- memanfaatkan kesempatan penting
ini, dengan berdo'a dan mohon ampun kepada Allah untuk dirinya, kedua
orang tuanya, anak-anaknya, segenap kaum muslimin dan para penguasanya.
Memohon ampun dan bertaubat kepada Allah di setiap malam bulan Ramadhan
dan di setiap saat dari umurnya yang terbatas sebelum maut menjemput,
amal perbuatan terputus dan penyesalan berkepanjangan. Allah Ta'ala
berfirman :
"Dan bertaubatlah kalian semua orang-orang yang beuiman supaya kalian beruntung." (An-Nuur: 31),
Ya Allah terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan ke haribaan Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
FATWA-FATWA PENTING
A. FATWA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM SEKITAR PUASA:
Seorang sahabat bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, Saya lupa
sehingga makan dan minum, padahal saya sedang berpuasa." Beliau menjawab
:
"Allah telah memberimu makan dan minum" (HR. Abu Daud). Dan dalam riwayat Ad-Daruquthni dengan sanad shahih disebutkan
"Sempurnakan puasamu dan kamu tidak wajib mengqadhanya, sesungguhnya
Allah telah memberimu makan dan minum" peristiwa itu terjadi pada hari
pertama di bulan Ramadhan.
Pernah juga beliau ditanya tentang benang putih dan hitam, jawab beliau :
"Yaitu terangnya siang dan gelapnya malam." (HR. An-Nasa 'i).
"Seorang sahabat bertanya: "Saya mendapati shalat shubuh dalam
keadaan junub, lain saya berpuasa -bagaimana hukumnya-? Jawab beliau :
"Aku juga pernah mendapati Shubuh dalam keadaan junub, lantas aku
berpuasa. "Ia berkata: "Engkau tidak seperti kami wahai Rasulullah,
karena Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang lalu ataupun yang
belakangan. Nabi shallallahu halaihi wasallam menjawab : "Demi Allah,
sungguh aku berharap agar aku menjadi orang yang paling takut kepada
Allah dan paling tahu akan sesuatu yang bisa dijadikan alat bertakwa.
"(HR. Muslim).
Beliau pernah ditanya tentang puasa di perjalanan, maka beliau menjawab :
"Terserah Kamu, boleh berpuasa boleh pula berbuka "(HR. Muslim).
Hamzah bin 'Amr pernah bertanya: "Wahai Rasulullah, saya mampu
berpuasa dalam perjalanan, apakah saya berdosa?" Beliau menjawab :
"Ia adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, barangsiapa mengambilnya
baik baginya dan barangsiapa lebih suka berpuasa maka ia tidak berdosa.
" (HR. Muslim).
Sewaktu ditanya tentang meng-qadha' puasa dengan tidak berturut-turut, beliau menjawab :
"Hal itu kembali kepada dirimu (tergantung kemampuanmu), bagaimana
pendapatmu jika salah seorang di antara kamu mempunyai tanggungan hutang
lalu mencicilnya dengan satu dirham dua dirham, tidakkah itu merupakan
bentuk pelunasan? Allah Maha Pemaaf dan Pengampun. " (HR. Ad-DaYuquthni,
isnadnya hasan).
Ketika ditanya oleh seorang wanita: "Wahai Rasulullah, ibu saya telah
meninggal sedangkan ia berhutang puasa nadzar, bolehkah saya berpuasa
untuknya? Beliau menjawab :
"Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki tanggungan hutang lantas
kamu lunasi, bukankah itu membuat lunas hutangnya? la berkata, 'Benar'.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Puasalah untuk ibumu.'
Hadits Muttafaq 'Alaih) (Lihat I'laarnul Muwaqqii'in 'An Rabbil
'Aalamiin, oleh Ibnul Qayyim, 4/266-267)
B. SEBAGIAN FATWA IBNU TAIMIYAH
Beliau ditanya tentang hukum berkumur dan memasukkan air ke rongga
hidung (istinsyaq), bersiwak, mencicipi makanan, muntah, keluar darah
meminyaki rambut dan memakai celak bagi seseorang yang sedang berpuasa;
Jawaban beliau : "Adapun berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung
adalah disyari'atkan, hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya juga melakukan hal
itu, tetapi beliau berkata kepada Al-Laqiit bin Shabirah :
"Berlebih-lebihanlah kamu dalam menghirup air ke hidung kecuali jika
kamu sedang berpuasa. " (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu
Maajah serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak melarang istinsyaq bagi orang
yang berpuasa, tetapi hanya melarang berlebih-lebihan dalam
pelaksanaannya saja.
Sedangkan bersiwak adalah boleh, tetapi setelah zawal (matahari
condong ke barat) kadar makruhnya diperselisihkan, ada dua pendapat
dalam masalah ini dan keduanya diriwayatkan dari Imam Ahmad, namun belum
ada dalil syar'i yang menunjukkan makruhnya, yang dapat menggugurkan
keumuman dalil bolehnya bersiwak.
Mencicipi makanan hukumnya makruh jika tanpa keperluan yang memaksa,
tapi tidak membatalkan puasa. Adapun jika memang sangat perlu, maka hal
itu bagaikan berkumur, dan boleh hukumnya.
Adapun mengenai hukum muntah-muntah, jika memang disengaja dan
dibikin-bikin maka batal puasanya, tetapi jika datang dengan sendirinya
tidak membatalkan. Sedangkan memakai minyak rambut jelas tidak
membatalkan puasa.
Mengenai hukum keluar darah yang tak dapat dihindari seperti darah
istihadhah, luka-luka, mimisan (keluar darah dari hidung) dan lain
sebagainya adalah tidak membatalkan puasa, tetapi keluarnya darah haid
dan nifas membatalkan puasa sesuai dengan kesepakatan para ulama.
Adapun mengenakan celak (sipat mata) yang tembus sampai ke otak, maka
Imam Ahmad dan Malik berpendapat: Hal itu membatalkan puasa, tetapi
Imam Abu Hanifah dan Syafi'i berpendapat: hal itu tidak membatalkan.
(Lihat Majmu' Fataawaa, oleh Ibnu Taimiyah, 25/266-267. Wallahu A 'lam.
Ibnu Taimiyah menambahkan dalam "Al-Ikhtiyaaraat": "Puasa seseorang
tidak batal sebab mengenakan celak, injeksi (suntik), zat cair yang
diteteskan di saluran air kencing, mengobati luka-luka yang tembus
sampai ke otak dan luka tikaman yang tembus ke dalam rongga tubuh. Ini
adalah pendapat sebagian ulama. (Lihat Al Ikhtiyaraatul Fiqhiyah, hlm.
108) Wallahu A 'lam ':
C. SEBAGIAN FATWA SYAIKH ABDURRAHIMAN NASIR ASSA'DI
Beliau ditanya tentang orang yang meninggal sebelum melunasi puasa wajibnya, bagaimana hukumnya?
Jawaban beliau: "Jika ia meninggal sebelum membayar puasa wajibnya,
seperti orang yang meninggal dalam keadaan berhutang puasa Ramadhan,
kemudian diberikan kepadanya kesehatan, namun dia belum sempat
menunaikannya, maka waijb baginya memberi makan kepada satu orang miskin
setiap hari sesuai dengan jumlah puasa yang ia tinggalkan. Menurut Ibnu
Taimiyah, jika puasanya diwakili maka sah hukumnya, hal ini kuat sumber
hukumnya.
Kondisi kedua: Ia meninggal sebelum dapat nenunaikan tanggungan
hutangnya seperti sakit di bulan Ramadhan dan mati di pertengahannya,
sedangkan ia tidak berpuasa karena sakit tersebut atau bahkan sakitnya
berlangsung terus hingga ajalnya tiba. Hal ini tidak menjadikannya wajib
membayar kaffarah meskipun kematiannya setelah rentang waktu yang cukup
lama, karena ia tidak gegabah dan melalaikannya, demikian pula ia tidak
meninggalkannya kecuali adanya udzur syar'i. (Lihat Al Irsyaadu Ilaa
Ma'rifatil Ahkaam, hlm. 85-86.)
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa meninggal dunia sedangkan in punya ranggungan puasa,
maka walinya boleh berpuasa menggantikannya. "(Muttafaq 'Alaih).
Hadits ini menunjukkan anjuran berpuasa kepada orang yang masih hidup
untuk si mayit, dan bahwasanya jika seseorang meninggal dalam keadaan
memiliki hutang puasa, maka boleh digantikan oleh walinya."
Imam Nawawi berkomentar: "Para ulama berbeda pendapat tentang mayit
yang memiliki tanggungan puasa wajib; seperti puasa Ramadhan, qadha' dan
nadzar ataupun yang lain. Apakah wajib diqadha untuknya?
Dalam masalah ini Imam Syafi'i memiliki dua pendapat, yang terpopuler
adalah, Tidak wajib diganti puasanya, sebab puasa pengganti untuk si
mayit pada asalnya tidak sah. Adapun pendapat kedua, 'Disunnahkan bagi
walinya untuk berpuasa sebagai pengganti bagi si mayit, hingga si mayit
terbebas dari tanggungannya dan tidak usah membayar kaffarah (memberi
makan orang miskin sesuai dengan bilangan puasa yang ditinggalkannya).
Pendapat inilah yang benar dan terbaik menurut keyakinan kami. Dan
pendapat inipun dibenarkan oleh para penelaah madzhab kami -yang
menghimpun dan menyatukan disiplin ilmu fiqh dan hadits- berdasarkan
hadits-hadits shahih diatas. (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 158.)
Wallahu A 'lam. "
D. BEBERAPA FATWA ULAMA NEJED (ARAB SAUDI)
Syaikh Abdullah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai mulai kapan
seorang anak yang menginjak dewasa diperintah melakukan ibadah puasa?
Beliau menjawab: "Anak yang belum dewasa jika ia mampu berpuasa maka
pantas diperintah melaksanakannya, dan bila meninggalkannya diberi
hukuman.
Syaikh Hamd bin Atiq ditanya tentang seorang wanita yang mendapati
darah sebelum terbenam matahari, apakah puasanya dinyatakan sah?
Beliau menj awab : "Puasanya tidak sempurna pada hari itu."
Syaikh Abdulah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai orang yang makan (berbuka) di bulan Ramadhan, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Orang yang makan di siang hari bulan Ramadhan atau
minum harus diberi pelajaran (dengan hukuman) supaya jera."
Syaikh Abdullah Ababathin ditanya tentang orang yang berpuasa mendapatkan aroma sesuatu, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Semua aroma yang tercium oleh orang yang sedang
menunaikan ibadah puasa tidak membatalkan puasanya kecuali bau rokok,
jika ia menciumnya dengan sengaja maka batallah puasanya.
Tetapi jika asap rokok masuk ke hidungnya tanpa disengaja tidak
membatalkan, sebab amat sulit untuk menghindarinya. Wallahu A'lam"
Semoga sbalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam, segenap keluarga dan sababatnya, amin.
ZAKAT FITRAH
Diantara dalil yang menganjurkan untuk menunaikan zakat fitrah adalah :
- Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat" (Al-A'la: 14-15)
- Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata :
" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat
fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan,
anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar
(zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat
'Id (hari Raya) " (Muttafaq 'Alaih)
Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang
yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha' (+- 3 kg) dari bahan makanan
yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih
memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam.
Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu pengeluarannya yang paling utama adalah sebelum shalat
'Id, boleh juga sehari atau dua lari sebelumnya, dan tidak boleh
mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah hari Raya. Dari Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhu :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat
fihrah sebagai penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan
kotor, dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin.
"Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka zakatnya
diterima, dan barang siapa yang membayarkannya setelah shalat 'Id maka
ia adalah sedekah biasa. "(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
(Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau berkata : shahih menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
Zakat fitrah tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya(
),()'''
Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang menyatakan bahwa zakat
fithrah adalah dari limajenis makanan pokok (Muttafaq 'Alaih). Dan
inilah pendapat jumhur ulama. Selanjutnya sebagian ulama menyatakan
bahwa yang dimaksud adalah makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat
yang melarang mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan bahwa
pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam juga terdapat nilai tukar
(uang), dan seandainya dibolehkan tentu beliau memerintahkan
mengeluarkan zakat dengan nilai makanan tersebut, tetapi beliau tidak
melakukannya. Adapun yang membolehkan zakat fithrah dengan nilai tukar
adalah Madzhab Hanafi.
Karena hal itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam. Dan diperbolehkan bagi jamaah (sekelompok manusia) memberikan
jatah seseorang, demikian pula seseorang boleh memberikan jatah orang
banyak.
Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada fakir miskin
atau wakilnya. Zakat ini wajib dibayarkan ketika terbenamnya matahari
pada malam 'Id. Barangsiapa meninggal atau mendapat kesulitan (tidak
memiliki sisa makanan bagi diri dan keluarganya, pen.) sebelum
terbenamnya matahari, maka dia tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi
jika ia mengalaminya seusai terbenam matahari, maka ia wajib
membayarkannya (sebab ia belum terlepas dari tanggungan membayar
fitrah).
HIKMAH DISYARI'ATKANNYA ZAKAT FITRAH
Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah adalah :
a. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-l\lya.
b. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam,
baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk
beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah
nikmat-Nya.
c. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang
berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al Irsyaad Ila
Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa'di, hlm. 37.
)
d. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam
hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma di atas, yaitu puasa merupakan
pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk,
demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir
miskin.
Ya Allah terimalah shalat· kami, zakat dan puasa kami serta segala
bentuk ibadah kami sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya. Amin.
HARI RAYA
Hari raya adalah saat berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan
kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila
mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya
dengan kepercayaan terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan
anugerah dan ampunan-Nya. Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. " (Yunus: 58).
Sebagian orang bijak berujar: "Tiada seorang pun yang bergembira
dengan selain Allah kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah, sebab
orang yang lalai selalu bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya,
sedangkan orang yang berakal merasa Senang dengan Tuhannya."
Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba di Madinah, kaum Anshar
memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik,
(yaitu) 'Idul fitri dan 'Idul Adha (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i dengan
sanad hasan).
Hadits ini menunjukkan bahwa menampakkan rasa suka cita di hari Raya
adalah sunnah dan disyari'atkan. Maka diperkenankan memperluas hari Raya
tersebut secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal
yang tidak diharamkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan
melegakan jiwa, tetapi tidak menjadikannya lupa untuk ta'at kepada
Allah.
Adapun yang dilakukan kebanyakan orang di saat hari Raya dengan
berduyun-duyun pergi memenuhi berbagai tempat hiburan dan permainan
adalah tidak dibenarkan, karena hal itu tidak sesuai dengan yang
disyari'atkan bagi mereka seperti melakukan dzikir kepada Allah. Hari
Raya tidak identik dengan hiburan, permainan dan penghambur-hamburan
(harta), tetapi hari Raya adalah untuk berdzikir kepada Allah dan
bersungguh-sungguh dalam beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat ini
dua buah hari Raya yang sarat dengan hiburan dan permainan dengan dua
buah Hari Raya yang penuh dzikir, syukur dan ampunan.
Di dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari Raya: hari Raya yang
selalu datang setiap minggu dan dua hari Raya yang masing-masing datang
sekali dalam setiap tahun.
Adapun hari Raya yang selalu datang tiap minggu adalah hari Jum'at,
ia merupakan hari Raya mingguan, terselenggara sebagai pelengkap
(penyempurna) bagi shalat wajib lima kali yang merupakan rukun utama
agama islam setelah dua kalimat syahadat.
Sedangkan dua hari Raya yang tidak berulang dalam waktu setahun kecuali sekali adalah:
- 'Idul Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya ini terselenggara
sebagai pelengkap puasa Ramadhan yang merupakan rukun dan asas Islam
keempat. Apabila kaum muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka
berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api Neraka,
sebab puasa Ramadhan mendatangkan ampunan atas dosa yang lain dan pada
akhirnya terbebas dari Neraka.
Sebagian manusia dibebaskan dari Neraka padahal dengan berbagai
dosanya ia semestinya masuk Neraka, maka Allah mensyari'atkan bagi
mereka hari Raya setelah menyempurnakan puasanya, untuk bersyukur kepada
Allah, berdzikir dan bertakbir atas petunjuk dan syari'at-Nya berupa
shalat dan sedekah pada hari Raya tersebut.
Hari Raya ini merupakan hari pembagian hadiah, orang-orang yang berpuasa diberi ganjaran
puasanya, dan setelah hari Raya tersebut mereka mendapatkan ampunan.
- 'Idul Adha Oiari Raya Kurban), ia lebih agung dan utama daripada
'Idul Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurna ibadah haji
yang merupakan rukun Islam kelima, bila kaum muslimin merampungkan
ibadah hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari Raya kaum muslimin di dunia, semuanya
dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha Menguasai dan
Yang Maha Pemberi, di saat mereka berhasil memperoleh apa yang
dijanjikan-Nya berupa ganjaran dan pahala. (Lihat Lathaa'iful Ma'arif,
oleh Ibnu Rajab, hlm. 255-258)
PETUNJUK NABI DI HARI RAYA
Pada saat hari Raya 'Idul Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma -dengan bilangan ganjil
tiga, lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat 'Id. Tetapi
pada 'Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang,
setelah itu baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki
kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan
shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang
kurbannya.
Mengenai hal tersebut, Allah Ta 'ala berfirman :
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah " (Al Kautsar: 2).
Ibnu Umar sungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi shallallahu
'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah terbit
matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa
bertakbir.
Nabi shallallahu blaihi wasallam melaksanakan shalat' Id
terlebihdahulu baru berkhutbah, dan beliau shalat duaraka'at· Pada
rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan Takbiratul
Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak
mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat
dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, ia berkata: "Dia membaca hamdalah
dan memuji Allah Ta 'ala serta membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam setelah bertakbir membaca
surat Al-Fatihah dan "Qaf" pada raka'at pertama serta surat "Al-Qamar"
di raka'at kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat "Al-A'la" pada raka'at pertama dan
"Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku'
dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain membaca Al-Fatihah
dan surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah, sedang
mereka tetap duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan
khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang berbeda ketika yang terkenal sangat
bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu berangkat dan pulang (dari
shalat) 'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda :
"Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah). " (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id
dua raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun
sesudahnya. " (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at,
demikian pula mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat sunnah yang
lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu,
shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad,
seluruh anggota keluarga dan segenap sahabatnya.
KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL
Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya
dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia
berpuasa selama satu tahun . (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda:
"Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan,
sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan
(puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh."
( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadham lantas disambung dengan enam hari di
bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun. " (HR.
Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki
adalah shahih.")
Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di
bulan Syawal menyamai pahala puasa satu tahun penuh, karena setiap
hasanah (tebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah
disinggung dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, di antaranya :
- Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
- Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib,
berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat
nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan
perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa
fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak
sempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan
menyempurnakannya.
- Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa
Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seorang hamba, pasti
Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian
orang bijak mengatakan: "Pahala'amal kebaikan adalah kebaikan yang ada
sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian
melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas
terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan
lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya
amal yang pertama.
- Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di muka- dapat mendatangkan
maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan akan
mendapatkan pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari
pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan
bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang
lebih agung dari pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba
atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah
dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya
dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang membalas
kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan
puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan
terkabul, ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas
menghancurkannya kembali. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan
benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali
"(An-Nahl: 92)
- Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal
yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya
pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini,
selama ia masih hidup.
Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat
kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fi
sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang
berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh
dan lama berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa merasa demikian maka sulit baginya untuk bersegera
kembali melaksanakan puasa, padahal orang yang bersegera kembali
melaksanakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bukti kecintaannya
terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosam dan berat apalagi benci.
Seorang Ulama salaf ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh
dalam ibadahnya pada bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka
tidak bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar:
"Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar
kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal orang shalih adalah yang
beribadah dengan sungguh-sunggguh di sepanjang tahun."
Oleh karena itu sebaiknya orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan
memulai membayarnya di bulan Syawal, karena hal itu mempercepat proses
pembebasan dirinya dari tanggungan hutangnya. Kemudian dilanjutkan
dengan enam hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah melakukan puasa
Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) " (Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa sunnah serta
sedekah yang dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada
Allah Ta'ala pada bulan Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang tahun,
karena hal itu mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia
sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada fardhu, merupakan
salah satu faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada
hamba-Nya, sebab terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya
dosa dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya
kedudukan.
Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan, shalawat dan salam
semoga tercurahkan selalu ke haribaan Nabi, segenap keluarga dan
sahabatnya.
RAHASIA PUASA
Sebagai muslim yang sejati, kedatangan dan kehadiran Ramadhan yang
mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita.
Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, amat banyak keuntungan
yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat
kelak.
Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk membuka tabir rahasia
puasa sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al Ibadah Fil Islam mengungkapkan
ada lima rahasia puasa yang bisa kita buka untuk selanjutnya bisa kita
rasakan kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.
a.Menguatkan Jiwa.
Dalam hidup hidup, tak sedikit kita dapati manusia yang didominasi
oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti apapun yang menjadi
keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan
mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada
perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa
mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai
keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam
peperangan ini manusia mengalami kekalahan, malapetaka besar akan
terjadi karena manusia yang kalah dalam perang melawan hawa nafsu itu
akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Swt sebagai Tuhan yang
benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan manusia pada
kesesatan. Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam
firman-Nya yang artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya (QS 45:23).
Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa
nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian,
manusia akan memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat
yang suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu
langit hingga segala do’anya dikabulkan oleh Allah Swt, Rasulullah Saw
bersabda yang artinya:
Ada tiga golongan orang yang tidak ditolak do’a mereka: orang yang
berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang yang dizalimi
(HR. Tirmidzi).
b.Mendidik Kemauan.
Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang sungguh-sungguh
dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh
berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus
mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang
begitu besar.
Karena itu, Rasulullah Saw menyatakan: Puasa itu setengah dari
kesabaran. Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani
seorang muslim semakin prima. Kekuatan rohani yang prima akan membuat
seseorang tidak akan lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau
kenikmatan duniawi yang sangat besar, dan kekuatan rohani juga akan
membuat seorang muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yang
dialami sangat sulit.
c.Menyehatkan Badan.
Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik dan benar
juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini
tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan
oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak
perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat
tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses
makanan yang masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi
di dalam Islam, isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga,
sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara.
d.. Mengenal Nilai Kenikmatan.
Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan yang Allah
berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang tidak pandai
mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan dua,
dapat dua tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah
seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi, apa
yang diperolehnya sebenarnya sudah sangat menyenangkan karena begitu
banyak orang yang memperoleh sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih
mudah dari apa yang kita peroleh.
Maka dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh memperhatikan dan
merenungi tentang kenikmatan yang sudah diperolehnya, tapi juga disuruh
merasakan langsung betapa besar sebenarnya nikmat yang Allah berikan
kepada kita. Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan
minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan pada saat kita
berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun hanya
berupa sebiji kurma atau seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah
puasa guna mendidik kita untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang
Allah berikan agar kita selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur
dan tidak mengecilkan arti kenikmatan dari Allah meskipun dari segi
jumlah memang sedikit dan kecil.
Rasa syukur memang akan membuat nikmat itu bertambah banyak, baik
dari segi jumlah atau paling tidak dari segi rasanya, Allah berfirman
yang artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasati Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih (QS 14:7).
e.Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang Lain.
Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita
bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab
pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya
dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan
berakhir. Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan
rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami
penderitaan yang hingga kini
masih belum teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di
Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di Tanah Air serta
yang terjadi di berbagai belahan dunia lainnya seperti di Chechnya,
Kosovo, Irak, Palestina dan sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu, sebelum
Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan
demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan
umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang
yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya
agar dengan demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan
harta seperti gila harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman yang
artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka.
Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 9:103).
SAMBUT DENGAN GEMBIRA.
Karena rahasia puasa merupakan sesuatu yang amat penting bagi kita,
maka sudah sepantasnyalah kalau kita harus menyambut kedatangan Ramadhan
tahun ini dengan penuh rasa gembira sehingga kegembiraan kita ini akan
membuat kita bisa melaksanakan ibadah Ramadhan nanti dengan ringan
meskipun sebenarnya ibadah Ramadhan itu berat.
Kegembiraan kita terhadap datangnya bulan Ramadhan harus kita
tunjukkan dengan berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan Ramadhan tahun
sebagai momentum untuk mentarbiyyah (mendidik) diri, keluarga dan
masyarakat kearah pengokohan atau pemantapan taqwa kepada Allah Swt,
sesuatu yang memang amat kita perlukan bagi upaya meraih keberkahan dari
Allah Swt bagi bangsa kita yang hingga kini masih menghadapi berbagai
macam persoalan besar. Kita tentu harus prihatin akan kondisi bangsa
kita yang sedang mengalami krisis, krisis yang seharusnya diatasi dengan
memantapkan iman dan taqwa, tapi
malah dengan menggunakan cara sendiri-sendiri yang akhirnya malah
memicu pertentangan dan perpecahan yang justeru menjauhkan kita dari
rahmat dan keberkahan dari Allah Swt.
http://pesantren.web.id/dalwa.bangil/cgi-bin/dalwa.cgi/al_bashiroh/artikel/35-sep07-keutamaan_ramadlan.html